Prologue
Modern Monetary Theory (MMT) adalah kerangka ekonomi yang menekankan bahwa negara-negara berdaulat dengan mata uang sendiri (seperti Indonesia dengan rupiah) tidak perlu khawatir tentang defisit anggaran selama mereka mengendalikan inflasi dan memanfaatkan sumber daya domestik yang menganggur (seperti tenaga kerja atau kapasitas produksi).

Menurut Stephanie Kelton dalam bukunya yang berjudul The Deficit Myth , pemerintah sejatinya adalah "penerbit mata uang", bukan "pengguna", sehingga tidak perlu bergantung pada pajak atau utang untuk membiayai program publik. Defisit hanya masalah catatan akuntansi selama tidak memicu lonjakan harga (inflasi) atau mengganggu stabilitas ekonomi. Pajak dan obligasi, dalam pandangan MMT, berfungsi untuk mengatur permintaan agregat dan distribusi pendapatan, bukan sebagai sumber pendanaan.
Kelton memulai dengan analogi sederhana: pemerintah federal bukanlah rumah tangga. Negara-negara dengan mata uang berdaulat (seperti AS, Jepang, atau Inggris) tidak perlu "menghemat" atau "berhutang" seperti individu. Defisit, tegasnya, bukanlah masalah jika digunakan untuk investasi produktif (infrastruktur, pendidikan, kesehatan) yang meningkatkan kapasitas ekonomi. Ia menegaskan bahwa batasan sejati bukanlah uang, melainkan sumber daya nyata (tenaga kerja, material) dan risiko inflasi.
Buku ini juga membongkar narasi bahwa utang negara membebani generasi mendatang. Sebaliknya, Kelton berargumen bahwa generasi masa depan akan mewarisi infrastruktur dan layanan publik yang lebih baik jika defisit dialokasikan dengan tepat. Ia menyoroti peran perpajakan bukan sebagai alat pendanaan, tetapi sebagai alat pengendali inflasi dan redistribusi kekayaan.
Kelton berhasil menyederhanakan konsep kompleks seperti MMT dengan contoh konkret, seperti Program New Deal atau Green New Deal, sehingga mudah dicerna pembaca awam.
Kembali ke MMT. Berbeda dengan teori ekonomi konvensional (seperti neoliberal atau Keynesian tradisional), yang sering memandang defisit sebagai ancaman bagi kepercayaan pasar atau stabilitas fiskal, MMT berargumen bahwa prioritas utama adalah lapangan kerja penuh dan kesejahteraan publik . Sementara teori konvensional mendorong penghematan (austerity) saat defisit membengkak, MMT justru mendorong pemerintah untuk berperan aktif dalam menciptakan permintaan melalui belanja strategis—misalnya, program jaminan pekerjaan atau investasi infrastruktur—selama ada sumber daya yang belum dimanfaatkan.
Peran MMT dalam Menangani Krisis Ekonomi Indonesia
Modern Monetary Theory (MMT) menawarkan kerangka kebijakan fiskal dan moneter yang berbeda dari pendekatan konvensional, terutama bagi negara berdaulat mata uang seperti Indonesia. Berikut analisis peran, manfaat, dan transformasi ekonomi yang mungkin terjadi:
A. Penerapan MMT dalam Krisis Ekonomi Indonesia
- Respons Krisis Jangka Pendek
- Stimulus Fiskal Agresif :
MMT memungkinkan pemerintah Indonesia membiayai program pemulihan (contoh: bantuan langsung tunai, subsidi UMKM, proyek infrastruktur padat karya) tanpa bergantung pada utang luar negeri atau bailout IMF. Bank Indonesia (BI) dapat membeli surat utang pemerintah langsung ("monetisasi defisit") untuk membiayai belanja tersebut. - Pengangguran dan Kapasitas Menganggur :
Dengan tingkat pengangguran tinggi (5-7%) dan sektor informal besar, MMT mendorong pemerintah memobilisasi sumber daya menganggur melalui program kerja publik, yang meningkatkan output dan permintaan domestik. - Pengendalian Inflasi :
MMT menekankan bahwa inflasi dikendalikan melalui kebijakan fiskal (pajak, regulasi harga, atau peningkatan produktivitas), bukan pengurangan belanja. BI dapat menyesuaikan suku bunga atau menggunakan kontrol modal untuk stabilisasi nilai tukar.
- Stimulus Fiskal Agresif :
- Contoh Sejarah dan Kontras dengan Pendekatan Konvensional
- Krisis 1997/1998: Indonesia dipaksa melakukan austerity oleh IMF. Dengan MMT, pemerintah bisa membiayai stimulus tanpa syarat IMF, menghindari kenaikan harga kebutuhan pokok dan pemotongan layanan publik.
- Pandemi 2020: Pemerintah Indonesia menggunakan defisit fiskal (6,09% dari PDB), tetapi masih dibatasi oleh kekhawatiran utang. MMT akan memperluas ruang fiskal ini tanpa batasan rasio utang-PDB.
B. Keuntungan Jangka Pendek dan Panjang
- Jangka Pendek
- Pemulihan Cepat : Stimulus langsung meningkatkan konsumsi rumah tangga dan investasi, mendorong pertumbuhan ekonomi.
- Penurunan Ketimpangan : Transfer tunai dan lapangan kerja publik mengurangi dampak krisis pada kelompok rentan.
- Stabilitas Sistem Keuangan : Pemerintah tidak perlu meminjam dalam valuta asing, mengurangi risiko currency mismatch .
- Jangka Panjang
- Full Employment : Program kerja publik dan pelatihan vokasi menciptakan tenaga kerja produktif, menekan pengangguran struktural.
- Infrastruktur dan Produktivitas : Investasi kontinyu di sektor strategis (energi terbarukan, transportasi) meningkatkan daya saing ekonomi.
- Kemandirian Ekonomi : Pengurangan ketergantungan impor melalui industrialisasi dan ketahanan pangan memperkuat neraca pembayaran.
C. Transformasi Ekonomi Indonesia dengan MMT
- Peran Negara yang Lebih Aktif
- Pemerintah menjadi penggerak utama investasi, menggantikan paradigma "pasar bebas" dengan state-led development .
- Fokus pada tujuan sosial (kesehatan universal, pendidikan gratis) dan transisi hijau (energi bersih, adaptasi iklim).
- Reformasi Institusi
- Penguatan otoritas fiskal (Kemenkeu) dan moneter (BI) untuk koordinasi kebijakan yang efektif.
- Peningkatan efisiensi sistem perpajakan (contoh: pajak progresif, pemberantasan tax evasion ) untuk mengelola inflasi.
- Tantangan dan Syarat Keberhasilan
- Inflasi : Diperlukan kebijakan harga (contoh: operasi pasar, buffer stock) dan diversifikasi produksi untuk mengurangi ketergantungan impor.
- Kredibilitas Global : Indonesia perlu membangun kepercayaan investor dengan transparansi kebijakan dan data ekonomi yang akurat.
- Kontrol Modal Selektif : Mencegah spekulasi valas tanpa mengisolasi diri dari pasar global.
D. Kesimpulan
MMT dapat menjadi alat transformasi ekonomi Indonesia dengan memanfaatkan kedaulatan mata uang untuk pemulihan krisis tanpa austerity . Namun, keberhasilannya bergantung pada reformasi institusi, pengelolaan inflasi yang cermat, dan komitmen politik untuk prioritas jangka panjang. Jika diterapkan secara bijak, MMT berpotensi mengubah Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan inklusif, ketahanan eksternal, dan kemandirian ekonomi.
Elya G. Muskitta
Airmadidi, 15.04.25
Modern Monetary Theory (MMT): Penjelasan dan Perbandingan dengan Teori Mainstream