Skip to Content

Ekonomi Ekologi, Tambang, dan Peran Gereja

Solusi Terintegrasi untuk Kesejahteraan Rakyat dan Pembangunan Daerah Pedesaan

Dashboard Interaktif     Unduh versi PDF

Ekonomi Ekologi, Tambang, dan Peran Gereja: Solusi Terintegrasi untuk Kesejahteraan Rakyat dan Pembangunan Daerah Pedesaan

Elya G. Muskitta

Abstrak

Laporan analisis ini mengkaji penerapan prinsip-prinsip ekonomi ekologi sebagai landasan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mendorong pembangunan berkelanjutan di daerah pedesaan, khususnya yang memiliki potensi tambang mineral di tengah kawasan hutan. Analisis ini secara khusus mengintegrasikan peran strategis Sinode Am Gereja Protestan di Indonesia (GPI) dan Sinode Gereja Bagian Mandiri (GBM) yang mayoritas wilayah pelayanannya berada di konteks tersebut. Laporan ini mengeksplorasi bagaimana pendekatan ekonomi ekologi, yang menekankan keterkaitan antara sistem ekonomi dan ekosistem serta valuasi modal alam, dapat memberikan manfaat signifikan bagi ekonomi lokal dan daerah, didukung oleh panggilan teologis gereja untuk keadilan dan keutuhan ciptaan. Lebih lanjut, laporan ini membahas secara mendalam potensi pemanfaatan sumber daya mineral tanpa melalui proses ekstraksi yang merusak, melainkan melalui mekanisme keuangan inovatif seperti kolateralisasi dan sekuritisasi aset mineral in-situ, dengan gereja berperan sebagai fasilitator, advokat, dan mitra pembangunan. Dengan mengintegrasikan valuasi jasa ekosistem hutan, nilai intrinsik mineral yang tidak diekstraksi, dan peran aktif gereja, diharapkan dapat tercipta model pembangunan yang selaras antara kepentingan ekonomi, sosial, spiritual, dan kelestarian lingkungan, sekaligus membuka alternatif pendanaan pembangunan yang inovatif dan berkeadilan bagi daerah pedesaan.


Pendahuluan

Latar Belakang

Wilayah pedesaan di Indonesia, khususnya yang dianugerahi kekayaan hutan dan potensi sumber daya mineral, seringkali dihadapkan pada dilema pembangunan yang kompleks. Di satu sisi, terdapat kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat dan pendapatan daerah melalui pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Di sisi lain, praktik eksploitasi konvensional, terutama pertambangan, kerap menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang parah, mengancam keanekaragaman hayati, dan bahkan memicu konflik sosial. Hutan, sebagai ekosistem vital, menyediakan berbagai jasa lingkungan yang fundamental bagi kehidupan dan keberlanjutan ekonomi, namun nilainya seringkali terabaikan dalam kalkulasi ekonomi tradisional ketika berhadapan dengan potensi keuntungan jangka pendek dari ekstraksi mineral.1

Dalam konteks ini, Sinode Am Gereja Protestan di Indonesia (GPI) dan Sinode Gereja Bagian Mandiri (GBM), yang banyak melayani di wilayah-wilayah pedesaan tersebut, memiliki panggilan teologis dan tanggung jawab moral untuk menyuarakan keadilan dan memperjuangkan keutuhan ciptaan.12 Dokumen-dokumen dasar GPI dan semangat keesaannya menekankan panggilan pelayanan sosial-ekologis gereja, yang mencakup kepedulian terhadap krisis ekologi akibat eksploitasi sumber daya alam.12 Sikap kritis gereja terhadap dampak industri ekstraktif, seperti penolakan terhadap konsesi tambang yang merusak, juga telah terdokumentasi.53

Ekonomi ekologi hadir sebagai sebuah paradigma alternatif yang dapat selaras dengan panggilan gereja, menawarkan kerangka kerja untuk mendamaikan tujuan ekonomi dengan imperatif pelestarian lingkungan. Ekonomi ekologi memandang sistem ekonomi manusia sebagai subsistem yang sepenuhnya bergantung pada ekosistem global yang terbatas.3 Pendekatan ini menekankan pentingnya valuasi modal alam, termasuk jasa ekosistem hutan dan nilai keberadaan sumber daya mineral, sebagai dasar pengambilan keputusan pembangunan. Dengan demikian, terbuka peluang untuk mengeksplorasi model-model pemanfaatan sumber daya yang tidak hanya berkelanjutan secara ekologis tetapi juga adil secara sosial dan layak secara ekonomi, di mana gereja dapat memainkan peran sentral dalam advokasi, pemberdayaan, dan fasilitasi.

Rumusan Masalah

Analisis ini berupaya menjawab beberapa pertanyaan kunci:

  1. Bagaimana prinsip-prinsip ekonomi ekologi dapat diterapkan secara terintegrasi dengan peran GPI dan GBM untuk memberikan manfaat nyata bagi ekonomi rakyat dan pembangunan daerah pedesaan yang memiliki potensi tambang mineral di tengah hutan?
  2. Dengan cara apa potensi tambang mineral di kawasan hutan dapat dimanfaatkan secara ekonomi tanpa harus melalui proses ekstraksi fisik, dan bagaimana gereja dapat mendukung model non-ekstraktif ini?
  3. Sejauh mana mekanisme keuangan inovatif seperti kolateralisasi dan sekuritisasi aset mineral in-situ dapat menjadi solusi viable, dan bagaimana GPI serta GBM dapat terlibat dalam memastikan keadilan dan keberlanjutan implementasinya?
  4. Apa saja tantangan dan prasyarat yang perlu dipenuhi untuk mengimplementasikan model pemanfaatan non-ekstraktif ini secara terintegrasi dengan peran gereja di Indonesia?

Tujuan Analisis

Tujuan dari analisis ini adalah:

  1. Menganalisis konsep dasar ekonomi ekologi dan relevansinya bagi pembangunan berkelanjutan, serta keterkaitannya dengan panggilan teologis GPI dan GBM dalam isu sosial-ekologis.
  2. Mengidentifikasi dan mengelaborasi manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan dari penerapan pendekatan ekonomi ekologi, dengan menyoroti peran gereja dalam mewujudkannya.
  3. Mengkaji kelayakan teknis, ekonomis, dan legal dari mekanisme kolateralisasi dan sekuritisasi potensi mineral yang tidak diekstraksi, serta peran GPI dan GBM dalam advokasi, fasilitasi, dan pengawasan.
  4. Merumuskan rekomendasi kebijakan dan strategi implementasi terintegrasi yang melibatkan pemerintah, GPI/GBM, dan masyarakat untuk pemanfaatan sumber daya alam yang adil dan lestari.

Metodologi

Analisis ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode utama berupa studi literatur yang komprehensif. Data dan informasi dikumpulkan dari berbagai sumber, termasuk jurnal ilmiah, laporan penelitian, publikasi lembaga internasional, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen gerejawi (khususnya dari GPI dan GBM) 12, serta studi kasus yang relevan dengan ekonomi ekologi, valuasi sumber daya alam, pertambangan, konservasi hutan, peran lembaga keagamaan dalam isu lingkungan, dan mekanisme keuangan inovatif. Analisis dilakukan secara deskriptif-analitis untuk mensintesis informasi, mengidentifikasi pola, menarik kesimpulan, dan merumuskan rekomendasi. Studi kasus, baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk pengalaman advokasi dan program pengembangan masyarakat oleh gereja 60, digunakan untuk memberikan ilustrasi konkret dan pembelajaran praktis.

Bab 1: Konsep Dasar Ekonomi Ekologi dan Relevansinya dengan Panggilan Gereja

Ekonomi Ekologi muncul sebagai respons terhadap keterbatasan ekonomi konvensional dalam mengatasi krisis lingkungan dan memastikan keberlanjutan jangka panjang.5 Pendekatan ini menawarkan perspektif yang lebih holistik dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip ekologi ke dalam analisis ekonomi, yang sejalan dengan mandat pemeliharaan ciptaan dalam teologi Kristen.12

1.1. Definisi dan Prinsip Ekonomi Ekologi

Ekonomi ekologi didefinisikan sebagai bidang transdisipliner dan interdisipliner yang mengkaji ketergantungan dan ko-evolusi antara ekonomi manusia dan ekosistem alam, baik secara intertemporal maupun spasial.4 Berbeda dengan ekonomi lingkungan yang merupakan cabang dari ekonomi neoklasik, ekonomi ekologi memperlakukan ekonomi sebagai subsistem dari ekosistem bumi yang lebih besar dan terbatas.3 Artinya, pertumbuhan ekonomi tidak dapat berlangsung tanpa batas karena adanya keterbatasan sumber daya alam dan kapasitas asimilasi lingkungan.

Prinsip-prinsip dasar ekonomi ekologi meliputi:

  • Ekonomi sebagai Subsistem Ekosistem: Mengakui bahwa sistem ekonomi manusia sepenuhnya bergantung pada ekosistem alam untuk pasokan sumber daya dan penyerapan limbah.3 Ini berarti skala ekonomi harus sesuai dengan daya dukung ekosistem.
  • Fokus pada Keberlanjutan, Keadilan, dan Waktu: Isu-isu seperti keadilan antargenerasi, ireversibilitas perubahan lingkungan, ketidakpastian hasil jangka panjang, dan pembangunan berkelanjutan menjadi panduan utama dalam analisis ekonomi ekologi.3 Alam, keadilan, dan waktu adalah tiga pilar utama yang mendefinisikan fokusnya. Panggilan gereja untuk keadilan dan pelayanan sosial-ekologis 12 menemukan resonansi kuat dalam prinsip ini.
  • Keterbatasan Sumber Daya Alam dan Hukum Termodinamika: Ekonomi ekologi sangat menekankan hukum termodinamika, khususnya hukum kedua (entropi), yang menyatakan bahwa dalam setiap transformasi energi, sebagian energi akan berubah menjadi bentuk yang tidak dapat digunakan (disorder meningkat).3 Ini mengimplikasikan adanya batas fisik terhadap pertumbuhan material dan bahwa limbah adalah produk sampingan yang tak terhindarkan dari aktivitas ekonomi.
  • Pengakuan Nilai Intrinsik Lingkungan: Ekonomi ekologi memperluas konsep nilai melampaui sekadar nilai guna (manfaat praktis) dan nilai tukar (harga pasar). Lingkungan dan komponennya diakui memiliki nilai intrinsik, yaitu nilai yang melekat pada dirinya sendiri, terlepas dari manfaatnya bagi manusia.3 Ini selaras dengan pandangan teologis bahwa ciptaan memiliki nilai di hadapan Tuhan ("sungguh amat baik" - Kej. 1:31) 12 dan bukan semata-mata objek eksploitasi manusia.
  • Pendekatan Interdisipliner: Mengintegrasikan wawasan dari berbagai disiplin ilmu, termasuk ekologi, biologi, sosiologi, fisika, dan filsafat, untuk memahami hubungan kompleks antara sistem ekonomi dan lingkungan.3 Keterlibatan teologi dan etika, sebagaimana diadvokasi oleh gereja, memperkaya pendekatan ini.\

1.2. Perbedaan dengan Ekonomi Konvensional

Perbedaan mendasar antara ekonomi ekologi dan ekonomi konvensional terletak pada asumsi dasar, fokus, dan metodologi.

  • Fokus Pertumbuhan vs. Skala Berkelanjutan: Ekonomi konvensional umumnya berfokus pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai indikator utama kemajuan, dengan asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan adalah mungkin dan diinginkan.5 Sebaliknya, ekonomi ekologi mengkritik paradigma pertumbuhan tanpa batas dan mengusulkan konsep "ekonomi kondisi mapan" (
    steady-state economy), di mana skala aktivitas ekonomi dijaga agar tetap sesuai dengan daya dukung lingkungan, dengan populasi yang stabil, stok modal yang konstan, dan laju throughput (aliran energi dan material) yang rendah.6
  • Pasar Bebas vs. Keterbatasan Ekologis: Ekonomi konvensional seringkali mendasarkan diri pada asumsi berlakunya pasar bebas, di mana mekanisme permintaan dan penawaran dianggap akan mengarah pada alokasi sumber daya yang efisien.5 Ekonomi ekologi, meskipun tidak menolak mekanisme pasar sepenuhnya, menekankan bahwa pasar seringkali gagal memperhitungkan biaya lingkungan (eksternalitas) dan keterbatasan biofisik planet.2
  • Antroposentris vs. Ekosentris/Teosentris: Ekonomi konvensional cenderung antroposentris, memfokuskan perhatiannya hanya pada kepentingan manusia, seringkali mengabaikan kepentingan makhluk hidup lain dan integritas ekosistem.5 Ekonomi ekologi mengadopsi perspektif yang lebih ekosentris atau biosentris, mengakui bahwa manusia adalah bagian dari komunitas ekologis yang lebih luas dan bahwa kesejahteraan manusia terkait erat dengan kesehatan ekosistem.4 Perspektif teologis menambahkan dimensi teosentris, di mana alam adalah ciptaan Tuhan yang harus dipelihara.12
  • Penilaian Lingkungan: Ekonomi lingkungan konvensional mencoba menginternalisasi masalah lingkungan ke dalam kerangka neoklasik melalui valuasi moneter jasa lingkungan dan penggunaan instrumen seperti analisis biaya-manfaat. Ekonomi ekologi seringkali lebih skeptis terhadap kemampuan untuk sepenuhnya mengkuantifikasi nilai lingkungan dalam istilah moneter dan menekankan pentingnya batas biofisik serta pertimbangan etika dan spiritual.2

1.3. Pentingnya Modal Alam dalam Ekonomi Ekologi

Modal alam, yang mencakup semua aset lingkungan seperti hutan, tanah, air, mineral, dan keanekaragaman hayati, dianggap sebagai fondasi fundamental bagi semua aktivitas ekonomi dan kesejahteraan manusia dalam perspektif ekonomi ekologi.4 Berbeda dengan ekonomi konvensional yang seringkali memperlakukan modal alam sebagai faktor produksi yang dapat disubstitusi dengan modal buatan manusia, ekonomi ekologi menekankan bahwa banyak komponen modal alam bersifat kritis dan tidak dapat digantikan.

Jasa ekosistem adalah manfaat yang diperoleh manusia dari fungsi-fungsi ekosistem. Laporan Millennium Ecosystem Assessment mengklasifikasikannya ke dalam empat kategori utama 7:

  1. Jasa Penyediaan (Provisioning Services): Produk yang diperoleh langsung dari ekosistem, seperti makanan (ikan, buah-buahan hutan), air tawar, kayu, serat, bahan bakar nabati, dan sumber daya genetik.2
  2. Jasa Pengaturan (Regulating Services): Manfaat yang diperoleh dari regulasi proses ekosistem, seperti pengaturan iklim (penyerapan CO2​ oleh hutan), pengendalian banjir dan erosi, pemurnian air, penyerbukan, dan pengendalian hama penyakit.2
  3. Jasa Budaya (Cultural Services): Manfaat non-material yang diperoleh dari ekosistem, seperti rekreasi dan ekowisata, nilai estetika, inspirasi spiritual dan religius, serta warisan budaya.2 Bagi masyarakat beriman, hutan dan alam seringkali memiliki nilai spiritual yang mendalam.
  4. Jasa Pendukung (Supporting Services): Proses ekologis mendasar yang diperlukan untuk produksi semua jasa ekosistem lainnya, seperti siklus nutrisi, pembentukan tanah, dan produksi primer.11

Pengakuan dan valuasi jasa ekosistem ini menjadi krusial. Studi menunjukkan bahwa nilai ekonomi total (Total Economic Value/TEV) dari ekosistem seperti hutan, yang mencakup semua jenis jasa ini, seringkali jauh lebih tinggi daripada nilai yang diperoleh dari ekstraksi sumber daya tunggal seperti kayu atau bahkan mineral dalam jangka pendek.2 Kegagalan untuk memperhitungkan nilai penuh modal alam dan jasa ekosistem dalam pengambilan keputusan ekonomi dapat menyebabkan degradasi lingkungan yang merugikan kesejahteraan jangka panjang.1 Oleh karena itu, pelestarian dan pengelolaan modal alam secara berkelanjutan adalah prasyarat utama untuk mencapai pembangunan yang benar-benar berkelanjutan, sebuah tujuan yang didukung oleh panggilan pelayanan gereja.

Bab 2: Peran Strategis GPI dan Sinode Gereja Bagian Mandiri dalam Pembangunan Sosial-Ekologis di Wilayah Potensi Tambang

Sinode Am Gereja Protestan di Indonesia (GPI) dan Sinode Gereja Bagian Mandiri (GBM) memiliki posisi unik dan strategis dalam mengadvokasi serta mengimplementasikan prinsip-prinsip ekonomi ekologi, khususnya di wilayah pedesaan yang rentan terhadap dampak industri ekstraktif seperti pertambangan. Peran ini didasarkan pada landasan teologis yang kuat dan pengalaman historis dalam pelayanan masyarakat.

2.1. Landasan Teologis: Panggilan untuk Keadilan dan Keutuhan Ciptaan

Dasar teologis utama bagi keterlibatan gereja dalam isu sosial-ekologis adalah mandat pemeliharaan ciptaan dan panggilan untuk mewujudkan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan (KPKC).

  • Keutuhan Ciptaan: Dokumen-dokumen dasar GPI 12 dan semangat keesaannya, serta dokumen-dokumen yang diacu seperti Dokumen Keesaan Gereja (DKG) PGI 12, secara eksplisit menyatakan bahwa Allah Tritunggal bekerja di tengah dunia mencipta, memelihara, menyelamatkan, dan memperbarui manusia dan seluruh alam semesta.12 Pemberitaan Injil mengandung makna tanggung jawab terhadap keutuhan seluruh ciptaan Tuhan yang "sungguh amat baik" (Kej. 1:31).12 Manusia diberi mandat untuk mengelola dan memelihara alam, bukan mengeksploitasinya secara berlebihan.57 Krisis ekologis, termasuk kerusakan akibat pertambangan, dipandang sebagai ancaman terhadap keutuhan ciptaan ini.13
  • Panggilan Pelayanan Sosial-Ekologis: Dokumen-dokumen gerejawi menekankan panggilan pelayanan sosial-ekologis.12 Fokusnya tidak hanya pada manusia tetapi juga pada masalah-masalah ekologi. Gereja diharuskan menjaga kehidupan sosial dan kelestarian alam, merespons krisis ekologis akibat eksploitasi dan perusakan sumber daya alam.13 Ini mencakup advokasi bagi mereka yang paling rentan terhadap dampak kerusakan lingkungan, yang seringkali adalah masyarakat pedesaan.
  • Suara Kenabian: Gereja dipanggil untuk menjadi suara kenabian, menyuarakan kebenaran dan keadilan, termasuk dalam isu-isu lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam. Ini berarti berani mengkritik kebijakan dan praktik yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat, sebagaimana telah ditunjukkan oleh beberapa gereja dalam menolak konsesi tambang yang bermasalah.53

2.2. Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat

Dengan landasan teologis tersebut, GPI dan GBM dapat memainkan peran penting dalam advokasi dan pemberdayaan masyarakat di wilayah potensi tambang:

  • Advokasi Kebijakan: Gereja dapat menggunakan pengaruh moral dan jaringannya untuk mengadvokasi kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang lebih adil dan berkelanjutan di tingkat lokal, regional, dan nasional. Ini termasuk menuntut transparansi dalam perizinan tambang, penegakan hukum lingkungan yang tegas, dan pengakuan hak-hak masyarakat adat/lokal atas tanah dan sumber daya mereka.53
  • Pendampingan Masyarakat Terdampak: Gereja memiliki sejarah panjang dalam mendampingi masyarakat yang terpinggirkan dan tertindas. Di wilayah tambang, gereja dapat memberikan pendampingan hukum, sosial, dan spiritual bagi masyarakat yang hak-haknya terancam atau dilanggar oleh aktivitas pertambangan.60 Ini termasuk membantu masyarakat menyuarakan aspirasi mereka dan bernegosiasi dengan perusahaan tambang atau pemerintah.
  • Pendidikan dan Peningkatan Kesadaran: Melalui mimbar gereja, sekolah-sekolah teologi, dan program-program jemaat, gereja dapat meningkatkan kesadaran umat dan masyarakat luas tentang pentingnya pelestarian lingkungan, dampak buruk pertambangan yang tidak bertanggung jawab, dan alternatif pembangunan yang berkelanjutan.57 Program seperti "Eco Church" yang diinisiasi oleh lembaga oikumenis adalah contoh konkretnya.14
  • Penguatan Kapasitas Masyarakat: Gereja dapat memfasilitasi pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi masyarakat lokal agar mereka mampu mengelola sumber daya alam mereka secara mandiri dan berkelanjutan, serta memiliki posisi tawar yang lebih kuat dalam menghadapi tekanan dari luar.15

2.3. Pengembangan Ekonomi Jemaat yang Berkelanjutan sebagai Alternatif

Selain advokasi, gereja juga dapat secara proaktif mengembangkan model-model ekonomi alternatif yang berkelanjutan di tingkat jemaat dan komunitas, sehingga mengurangi ketergantungan pada janji-janji ekonomi dari sektor pertambangan:

  • Program Pengembangan Masyarakat (Community Development): Banyak GBM telah memiliki program pengembangan masyarakat yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan ekonomi jemaat di pedesaan. Program-program ini dapat diarahkan untuk mendukung mata pencaharian yang ramah lingkungan, seperti pertanian organik, agroforestri, ekowisata, dan pengelolaan hasil hutan non-kayu.
  • Koperasi dan Usaha Bersama Jemaat: Mendorong pembentukan koperasi atau unit usaha bersama di tingkat jemaat dapat meningkatkan skala ekonomi, akses pasar, dan daya tawar petani atau pengrajin lokal.63 Gereja dapat berperan sebagai fasilitator dan pembina awal.
  • Pendidikan Vokasi dan Keterampilan: Melalui lembaga pendidikan yang dimiliki atau jaringan kemitraan, gereja dapat menyediakan pendidikan vokasi dan pelatihan keterampilan yang relevan dengan potensi ekonomi hijau lokal, mempersiapkan generasi muda untuk pekerjaan yang berkelanjutan.
  • Membangun Jaringan dan Kemitraan: GPI dan GBM dapat memanfaatkan jaringan oikumenis dan kemitraan dengan LSM, akademisi, dan lembaga donor untuk mendukung program-program ekonomi hijau di tingkat akar rumput.

Dengan mengintegrasikan panggilan teologisnya dengan aksi nyata dalam advokasi, pemberdayaan, dan pengembangan ekonomi alternatif, GPI dan GBM dapat menjadi kekuatan transformatif dalam mewujudkan pembangunan yang adil dan lestari di wilayah pedesaan yang menghadapi tantangan dari potensi industri pertambangan.


Bab 3: Manfaat Ekonomi Ekologi bagi Ekonomi Rakyat dan Daerah Pedesaan: Peran Gereja dalam Mewujudkannya

Penerapan prinsip-prinsip ekonomi ekologi di wilayah pedesaan, khususnya yang memiliki kekayaan sumber daya alam seperti hutan dan potensi mineral, dapat membawa manfaat signifikan bagi ekonomi rakyat dan mendukung pembangunan daerah yang berkelanjutan. GPI dan GBM dapat memainkan peran krusial dalam memastikan manfaat ini terwujud secara adil dan merata.

3.1. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan

Ekonomi ekologi menawarkan berbagai jalan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan secara berkelanjutan, di mana gereja dapat berkontribusi aktif:

  • Diversifikasi Mata Pencaharian Berbasis Ekosistem: Dengan mengakui nilai beragam jasa ekosistem, masyarakat dapat mengembangkan sumber pendapatan alternatif yang ramah lingkungan. Contohnya termasuk pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang memanfaatkan keindahan alam dan budaya lokal, pengelolaan hasil hutan non-kayu (HHNK) seperti madu, rotan, getah, dan tanaman obat, serta agroforestri yang mengkombinasikan pertanian dengan pelestarian pohon.10 Gereja, melalui program pengembangan jemaatnya, dapat memfasilitasi pelatihan, permodalan awal, dan akses pasar untuk usaha-usaha ini.
  • Penguatan Ketahanan Pangan dan Ketersediaan Air: Pelestarian ekosistem hutan dan daerah aliran sungai (DAS) secara langsung berkontribusi pada terjaganya sumber-sumber air bersih dan kesuburan tanah. Hal ini penting untuk mendukung pertanian lokal dan memastikan ketersediaan air minum bagi masyarakat.9 GPI dan GBM dapat mengadvokasi perlindungan DAS dan mempromosikan praktik pertanian berkelanjutan di kalangan jemaatnya.
  • Pengurangan Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial: Dengan terbukanya peluang ekonomi baru yang berkelanjutan dan adanya pembagian manfaat yang adil dari pengelolaan sumber daya alam, tingkat kemiskinan di pedesaan dapat ditekan.15 Ekonomi ekologi juga menekankan pentingnya keadilan sosial, memastikan bahwa kelompok masyarakat yang paling rentan dan bergantung pada sumber daya alam mendapatkan dukungan dan partisipasi dalam ekonomi lokal yang berkelanjutan.3 Panggilan gereja untuk berpihak pada yang miskin dan terpinggirkan 12 sangat relevan di sini, memastikan bahwa manfaat dari pengelolaan SDA yang baik benar-benar dirasakan oleh mereka yang membutuhkan.
  • Pemberdayaan Masyarakat Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA): Pendekatan partisipatif adalah kunci dalam ekonomi ekologi. Masyarakat lokal, termasuk masyarakat adat, didorong untuk terlibat aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pengelolaan SDA di wilayah mereka.10 Gereja, sebagai institusi yang dekat dengan masyarakat dan memiliki struktur hingga ke tingkat desa, dapat menjadi fasilitator penting dalam proses partisipasi ini, memastikan suara masyarakat didengar dan dihormati.

3.2. Pembangunan Daerah yang Berkelanjutan

Manfaat ekonomi ekologi juga meluas ke tingkat pembangunan daerah secara keseluruhan, di mana gereja dapat menjadi mitra strategis pemerintah daerah:

  • Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Pemanfaatan Jasa Ekosistem: Daerah dapat memperoleh PAD dari sektor-sektor baru yang berbasis jasa ekosistem. Ekowisata, misalnya, dapat menghasilkan pendapatan dari tiket masuk, pajak usaha pariwisata, dan belanja wisatawan.10 Selain itu, mekanisme seperti perdagangan karbon melalui skema REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) dapat memberikan insentif finansial bagi daerah yang berhasil mengurangi deforestasi dan degradasi hutan.17 Gereja dapat mendukung pengembangan ekowisata yang bertanggung jawab dan memastikan manfaatnya kembali ke komunitas lokal.
  • Pengurangan Biaya Akibat Kerusakan Lingkungan: Investasi dalam pelestarian ekosistem dapat mengurangi risiko dan biaya yang timbul akibat bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan.10 Hutan yang sehat berfungsi sebagai penyangga alami, mengurangi kerugian ekonomi dan sosial yang seringkali membebani anggaran daerah. Gereja dapat mengkampanyekan pentingnya investasi ini dari perspektif etika dan keberlanjutan.
  • Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup dan Kesehatan Masyarakat: Lingkungan yang terjaga berdampak positif pada kualitas udara dan air, yang pada gilirannya meningkatkan kesehatan masyarakat dan mengurangi biaya perawatan kesehatan.10 GPI dan GBM, melalui jaringan pelayanan kesehatannya, dapat merasakan langsung manfaat ini dan mengadvokasi kebijakan yang mendukung lingkungan sehat.
  • Studi Kasus (dengan Potensi Keterlibatan Gereja):
  • Ekowisata Wonosalam, Kabupaten Jombang: Studi kasus ini menunjukkan bagaimana ekowisata berbasis masyarakat berhasil memberikan manfaat nyata secara ekologis, ekonomi, dan sosial.10 Keterlibatan aktif masyarakat dalam pengelolaan menjadi kunci keberhasilan. Gereja lokal dapat memperkuat aspek partisipasi masyarakat, pendidikan lingkungan berbasis nilai-nilai spiritual, dan memastikan pembagian manfaat yang adil.
    Tabel 1: Manfaat Ekowisata Wonosalam (Lingkungan, Ekonomi, Sosial) dan Potensi Peran Gereja

Kategori Manfaat

Deskripsi Manfaat

Potensi Peran Gereja

Sumber Daya

Lingkungan

Konservasi 70 ha lahan, terjaganya 5 sumber air, perlindungan habitat satwa, pengurangan banjir & longsor, kualitas udara baik, penanaman >20.000 pohon

Mendorong teologi pemeliharaan ciptaan, mobilisasi jemaat untuk aksi tanam pohon dan konservasi.

10

Ekonomi

Keterlibatan kelompok masyarakat, pendorong usaha mandiri (bibit, kuliner), kemitraan, peningkatan pendapatan

Fasilitasi pembentukan koperasi jemaat, pelatihan kewirausahaan hijau, menghubungkan dengan jaringan pasar.

10

Sosial

Pengembangan partisipasi masyarakat, edukasi lingkungan, pemandu lokal berpengetahuan, peningkatan kualitas hidup.

Memperkuat modal sosial melalui nilai-nilai kebersamaan, memastikan inklusivitas, advokasi kebijakan pendukung.

10


  • Pemanfaatan Hutan Mangrove di Kotabaru, Kalimantan Selatan: Studi ini menyoroti nilai ekonomi kawasan hutan mangrove bagi nelayan dan masyarakat sekitar.8 Gereja di wilayah pesisir dapat memainkan peran serupa dalam mengadvokasi konservasi mangrove dan mendukung mata pencaharian nelayan yang berkelanjutan.

3.3. Menghindari Jebakan Ekstraksi Sumber Daya Alam: Suara Kenabian Gereja

Salah satu tantangan terbesar dalam pembangunan daerah kaya sumber daya adalah kecenderungan untuk memprioritaskan kegiatan ekstraktif, seperti pertambangan, yang menjanjikan keuntungan finansial cepat namun seringkali mengorbankan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan jangka panjang masyarakat.1

  • Nilai Ekonomi Hutan yang Diremehkan: Nilai penuh hutan dalam hal jasa ekosistem dan sosial-ekonomi seringkali tidak diakui atau tidak diperhitungkan secara memadai dalam pengambilan keputusan terkait sektor pertambangan.2 Gereja dapat menyuarakan pentingnya valuasi holistik yang mencakup nilai-nilai spiritual dan sosial budaya.
  • Biaya Eksternalitas Pertambangan: Kegiatan pertambangan, terutama di kawasan hutan, dapat menimbulkan biaya eksternalitas yang besar, seperti deforestasi, kehilangan keanekaragaman hayati, polusi air dan tanah, serta dampak sosial negatif bagi masyarakat sekitar.1 Gereja memiliki tanggung jawab moral untuk menyuarakan dampak-dampak ini dan menuntut akuntabilitas dari para pelaku usaha dan pemerintah.53
  • Alternatif Pemanfaatan Hutan yang Berkelanjutan: Ekonomi ekologi mendorong peralihan dari model ekstraktif menuju pemanfaatan hutan yang berkelanjutan. Ini termasuk upaya konservasi, pengelolaan jasa lingkungan (seperti karbon dan air), pengembangan ekowisata, dan pemanfaatan hasil hutan non-kayu secara lestari.8 Gereja dapat menjadi pionir dalam mempromosikan dan mengimplementasikan alternatif-alternatif ini di tingkat komunitas, menunjukkan bahwa ada jalan lain menuju kesejahteraan selain melalui pertambangan yang merusak.

Dengan mengadopsi pendekatan ekonomi ekologi dan didukung oleh peran aktif GPI dan GBM, daerah pedesaan dapat membangun fondasi ekonomi yang lebih tangguh, adil, dan berkelanjutan, yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan rakyat saat ini tetapi juga menjaga kualitas lingkungan dan warisan spiritual untuk generasi mendatang.


Bab 4: Potensi Tambang Mineral di Tengah Hutan: Tantangan, Peluang Non-Ekstraktif, dan Keterlibatan Gereja

Keberadaan potensi tambang mineral di tengah kawasan hutan menghadirkan tantangan signifikan sekaligus peluang untuk inovasi dalam pemanfaatan sumber daya. Pendekatan ekonomi ekologi, didukung oleh perspektif etis dan teologis gereja, mendorong kita untuk melihat melampaui paradigma ekstraktif konvensional dan mempertimbangkan nilai sumber daya mineral yang tetap berada in-situ (di tempatnya) serta bagaimana nilai ini dapat dimonetisasi tanpa merusak ekosistem hutan yang berharga dan kehidupan masyarakat yang bergantung padanya.

4.1. Valuasi Ekonomi Sumber Daya Mineral In-Situ (Tanpa Ekstraksi) dari Perspektif Terintegrasi

Valuasi ekonomi sumber daya mineral yang tidak diekstraksi merupakan konsep kunci. GPI dan GBM dapat mengadvokasi agar valuasi ini tidak hanya bersifat teknokratis-ekonomis, tetapi juga memasukkan dimensi sosial, budaya, dan spiritual:

  • Konsep Option Value (Nilai Pilihan): Ini adalah nilai yang timbul dari mempertahankan opsi untuk menggunakan sumber daya (termasuk mineral atau jasa ekosistem hutan yang melindunginya) di masa depan.64 Gereja dapat menekankan aspek keadilan antargenerasi dalam mempertahankan opsi ini.
  • Nilai Keberadaan (Existence Value): Ini adalah nilai yang diberikan oleh individu hanya karena mengetahui bahwa suatu sumber daya alam (misalnya, hutan primer atau deposit mineral unik yang tidak terganggu) ada. Bagi komunitas beriman, nilai keberadaan ini bisa terkait dengan pengakuan akan keagungan ciptaan Tuhan.
  • Nilai Warisan (Bequest Value): Ini adalah nilai yang dikaitkan dengan keinginan untuk melestarikan sumber daya alam untuk dinikmati oleh generasi mendatang, sebuah konsep yang sangat sejalan dengan ajaran gereja tentang tanggung jawab kepada generasi penerus.
  • Membandingkan Nilai Ekonomi Konservasi Hutan vs. Nilai Ekstraksi Mineral Jangka Pendek: Pendekatan ekonomi ekologi mengharuskan perbandingan yang komprehensif antara nilai ekonomi jangka panjang dari konservasi hutan (termasuk semua jasa ekosistemnya seperti penyerapan karbon, regulasi air, keanekaragaman hayati, dan potensi ekowisata) dengan nilai ekonomi jangka pendek dari ekstraksi mineral.1 Seringkali, analisis yang hanya fokus pada pendapatan langsung dari mineral mengabaikan biaya eksternalitas yang besar dari kerusakan hutan dan hilangnya jasa ekosistem.1 Ketika nilai penuh hutan dipertimbangkan, keputusan untuk tidak menambang bisa menjadi pilihan yang lebih rasional secara ekonomi dalam jangka panjang. GPI dan GBM dapat menuntut agar analisis ini juga memasukkan biaya sosial dan spiritual yang seringkali tak ternilai harganya akibat kerusakan lingkungan dan dislokasi masyarakat.

Dengan melakukan valuasi yang komprehensif dan partisipatif, di mana suara gereja dan masyarakat didengar, dapat dibangun argumen ekonomi dan etis yang kuat untuk konservasi.

4.2. Mekanisme Kolateralisasi Aset Mineral In-Situ: Peran Gereja sebagai Penjaga Moral

Kolateralisasi aset alam, termasuk mineral in-situ, adalah proses menjadikan nilai ekonomi dari aset alam tersebut sebagai jaminan (kolateral) untuk memperoleh pendanaan.

  • Definisi dan Konsep: Potensi mineral yang telah divaluasi (tetapi tidak diekstraksi) beserta ekosistem hutan di atasnya dapat dijadikan agunan untuk mendapatkan pinjaman atau fasilitas kredit. Dana yang diperoleh kemudian dapat diinvestasikan kembali untuk program konservasi, pengembangan ekonomi masyarakat lokal yang berkelanjutan, atau proyek pembangunan daerah lainnya yang ramah lingkungan.
  • Mineral In-Situ sebagai Jaminan: Komitmen untuk tidak mengekstraksi mineral, dan sebaliknya menjaga keutuhan ekosistem hutan, menjadi dasar nilai jaminan.
  • Peran GPI dan GBM:
  • Advokasi Transparansi dan Akuntabilitas: Gereja dapat menuntut agar proses valuasi dan perjanjian kolateralisasi dilakukan secara transparan dan akuntabel, mencegah praktik korupsi atau kesepakatan yang merugikan masyarakat.
  • Fasilitator Dialog: Gereja dapat menjadi jembatan dialog antara pemerintah, lembaga keuangan, dan masyarakat untuk memastikan kesepahaman dan persetujuan bersama.
  • Pengawas Moral: GPI dan GBM dapat bertindak sebagai pengawas moral untuk memastikan dana yang diperoleh dari kolateralisasi benar-benar digunakan untuk tujuan konservasi dan kesejahteraan masyarakat, bukan untuk kepentingan elite tertentu.
  • Tantangan: Valuasi yang akurat, kerangka hukum yang jelas, dan persepsi risiko investor tetap menjadi tantangan.7 Kehadiran gereja sebagai lembaga yang dipercaya dapat membantu memitigasi sebagian risiko reputasi dan sosial.

4.3. Mekanisme Sekuritisasi Aset Mineral In-Situ: Gereja sebagai Mitra Pembangunan Berkelanjutan

Sekuritisasi adalah proses mengubah aset yang tidak likuid (seperti potensi mineral in-situ atau aliran pendapatan masa depan dari jasa ekosistem) menjadi surat berharga (sekuritas) yang dapat diperdagangkan di pasar modal.19

  • Definisi dan Konsep Sekuritisasi Modal Alam: Sekuritisasi modal alam melibatkan penciptaan instrumen keuangan yang nilainya didukung oleh nilai ekonomi dari aset alam yang dikonservasi.20
  • Penerbitan Instrumen Keuangan: Entitas (misalnya, pemerintah daerah atau Special Purpose Vehicle) dapat menerbitkan obligasi (misalnya, "Obligasi Konservasi Mineral" atau "Obligasi Hutan") yang pembayarannya dijamin oleh nilai aset mineral in-situ atau oleh pendapatan masa depan yang dihasilkan dari upaya konservasi di atas lahan tersebut.
  • Peran GPI dan GBM:
  • Mendorong Investasi Etis: Gereja dapat menggunakan jaringannya untuk mempromosikan obligasi konservasi ini kepada investor-investor yang memiliki komitmen terhadap isu lingkungan dan sosial (investor dampak).
  • Kemitraan dalam Pengelolaan Dana: Lembaga-lembaga di bawah naungan gereja yang memiliki kapasitas dan akuntabilitas (misalnya, yayasan pengembangan sosial ekonomi) dapat dipertimbangkan sebagai mitra dalam pengelolaan atau penyaluran dana hasil sekuritisasi untuk proyek-proyek di tingkat akar rumput.
  • Memastikan Keadilan dalam Pembagian Manfaat: GPI dan GBM harus terlibat aktif dalam perancangan mekanisme pembagian manfaat agar keuntungan dari sekuritisasi benar-benar dirasakan oleh masyarakat lokal yang menjaga hutan dan aset mineral in-situ.
  • Contoh Relevan: Sekuritisasi arus pendapatan masa depan dari kawasan lindung di Kosta Rika 21 dan konsep "Forest Carbon Bonds" dari Bank Dunia 22 menunjukkan potensi model ini. Keterlibatan lembaga moral seperti gereja dapat menambah lapisan kepercayaan dan akuntabilitas.

Dengan keterlibatan aktif GPI dan GBM, mekanisme kolateralisasi dan sekuritisasi tidak hanya menjadi instrumen finansial, tetapi juga alat untuk mencapai keadilan sosial dan kelestarian ekologis, sejalan dengan panggilan gereja. Keberhasilan sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah, lembaga keuangan, masyarakat, dan gereja sebagai mitra pembangunan yang berlandaskan nilai.


Bab 5: Implementasi Solusi Terintegrasi: Kolaborasi Multipihak dengan Peran Sentral Gereja

Mengimplementasikan mekanisme keuangan inovatif seperti kolateralisasi dan sekuritisasi aset mineral in-situ di wilayah pedesaan Indonesia secara terintegrasi memerlukan landasan hukum dan kelembagaan yang kokoh, peran aktif pemerintah, partisipasi masyarakat yang bermakna, manajemen risiko yang cermat, dan yang terpenting, keterlibatan Sinode Am Gereja Protestan di Indonesia (GPI) dan Sinode Gereja Bagian Mandiri (GBM) sebagai agen moral dan fasilitator pembangunan.

5.1. Kerangka Hukum dan Kelembagaan yang Diperlukan

  • Regulasi Terkait Sekuritisasi Aset: Peraturan OJK mengenai sekuritisasi aset bagi bank umum (misalnya, POJK No. 11/POJK.03/2019) 23 perlu diperluas atau disesuaikan untuk mencakup aset alam
    in-situ. GPI/GBM dapat mengadvokasi agar dalam penyusunan regulasi ini, aspek keadilan sosial dan perlindungan lingkungan menjadi pertimbangan utama.
  • Pembentukan Special Purpose Vehicle (SPV) atau Lembaga Wali Amanat: Pembentukan SPV yang transparan dan akuntabel menjadi krusial.19 GPI/GBM dapat mendorong agar perwakilan masyarakat atau tokoh yang dipercaya publik dilibatkan dalam dewan pengawas SPV atau lembaga wali amanat untuk memastikan dana dikelola sesuai tujuan.
  • Tata Kelola Dana Abadi Konservasi (Conservation Trust Fund): Model CTF yang dikelola KEHATI atau TFCA 25 dapat menjadi rujukan. GPI/GBM bisa menjadi salah satu pendiri atau anggota dewan pengarah CTF yang didanai dari mekanisme non-ekstraktif ini, memastikan dana tersebut berkelanjutan dan berdampak.

5.2. Peran Pemerintah Daerah dan Pusat

  • Penyusunan Kebijakan dan Insentif Fiskal: Pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang kondusif dan insentif bagi investasi konservasi. GPI/GBM dapat memberikan masukan dalam perumusan kebijakan ini agar selaras dengan kebutuhan masyarakat dan prinsip keadilan.
  • Fasilitasi Proses Valuasi dan Pembentukan Instrumen Keuangan: Pemerintah dapat mendukung pengembangan kapasitas valuasi aset alam.
  • Penguatan Kapasitas Kelembagaan Lokal: Pemerintah daerah perlu diperkuat kapasitasnya.
  • Jaminan Stabilitas Politik dan Hukum: Stabilitas politik dan kepastian hukum penting untuk menarik investor.27 Komitmen pemerintah yang didukung oleh lembaga moral seperti gereja dapat meningkatkan kepercayaan.

5.3. Peran Sentral GPI dan Sinode Gereja Bagian Mandiri dalam Solusi Terintegrasi

GPI dan GBM memiliki peran unik dan sentral yang tidak dapat digantikan oleh aktor lain dalam mewujudkan solusi terintegrasi ini:

  • Pendidikan Teologis dan Penyebaran Kesadaran Ekologis: Melalui jaringan gereja, sekolah teologi, dan bahan-bahan pembinaan umat, GPI/GBM dapat secara masif menyebarkan pemahaman teologis tentang keutuhan ciptaan dan tanggung jawab ekologis, serta memperkenalkan konsep ekonomi ekologi dan pembiayaan non-ekstraktif kepada jemaat dan masyarakat luas.12
  • Fasilitator Dialog dan Mediasi: Dengan posisinya yang netral dan dihormati, gereja dapat menjadi fasilitator dialog antara masyarakat, pemerintah, dan calon investor, serta membantu mediasi jika terjadi konflik kepentingan.
  • Pengorganisasian dan Pemberdayaan Masyarakat: Memanfaatkan struktur organisasi gereja hingga ke tingkat akar rumput (jemaat lokal, kelompok kategorial), GPI/GBM dapat mengorganisir masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan, implementasi, dan pengawasan program konservasi dan pemanfaatan dana non-ekstraktif.
  • Advokasi Hak-Hak Masyarakat dan Keadilan Lingkungan: GPI/GBM harus terus menjadi suara kenabian yang mengadvokasi hak-hak masyarakat adat dan lokal atas tanah dan sumber daya mereka, serta memperjuangkan keadilan lingkungan bagi komunitas yang rentan terhadap dampak pertambangan.53
  • Pengembangan Model Ekonomi Alternatif Berbasis Jemaat: Secara proaktif, GPI/GBM dapat mengembangkan dan mendukung program-program ekonomi alternatif yang berkelanjutan di tingkat jemaat (pertanian organik, ekowisata, koperasi, dll.) sebagai bukti nyata bahwa ada jalan menuju kesejahteraan tanpa merusak lingkungan.
  • Pengawasan Moral dan Etis: GPI/GBM dapat membentuk tim atau komite etik untuk mengawasi pelaksanaan proyek dan pengelolaan dana, memastikan transparansi, akuntabilitas, dan mencegah penyalahgunaan.
  • Membangun Jaringan Kemitraan Strategis: GPI/GBM dapat menghubungkan komunitas lokal dengan jaringan yang lebih luas, termasuk LSM lingkungan, akademisi, lembaga donor internasional, dan investor etis yang tertarik mendukung model pembangunan berkelanjutan.

5.4. Keterlibatan Masyarakat Lokal dan Pembagian Manfaat (Benefit Sharing)

  • Partisipasi Masyarakat yang Bermakna: Keterlibatan GPI/GBM dapat memastikan bahwa partisipasi masyarakat bukan hanya formalitas, melainkan partisipasi yang substantif dan memberdayakan.10
  • Mekanisme Pembagian Manfaat yang Adil dan Transparan: GPI/GBM harus berada di garda depan untuk memastikan mekanisme pembagian manfaat dirancang secara adil, transparan, dan benar-benar menjangkau masyarakat yang berhak, terutama kelompok rentan.29 Pengalaman dari implementasi REDD+ menunjukkan pentingnya hal ini.17

5.5. Manajemen Risiko

  • Risiko Pasar, Lingkungan, Politik, Hukum, dan Tata Kelola: Semua risiko ini tetap relevan.17 Keterlibatan GPI/GBM dapat membantu memitigasi risiko sosial dan reputasi, serta mendorong tata kelola yang lebih baik. Namun, tantangan seperti rendahnya literasi keuangan hijau di masyarakat juga perlu diatasi melalui program edukasi yang melibatkan gereja.21

Implementasi solusi terintegrasi ini membutuhkan komitmen jangka panjang dan kolaborasi erat antara semua pihak, dengan GPI dan GBM memainkan peran sentral sebagai katalisator perubahan menuju pengelolaan sumber daya alam yang adil, lestari, dan mensejahterakan, sejalan dengan panggilan iman mereka.

Bab 6: Studi Kasus dan Pembelajaran dalam Konteks Keterlibatan Gereja

Analisis terhadap studi kasus implementasi mekanisme keuangan terkait konservasi, pengelolaan sumber daya alam, serta advokasi dan program pengembangan masyarakat oleh gereja, dapat memberikan pembelajaran berharga.

6.1. Pembelajaran dari Implementasi REDD+ dan Perdagangan Karbon di Indonesia: Implikasi bagi Peran Gereja

Indonesia memiliki pengalaman dalam inisiatif REDD+ yang bertujuan memberikan insentif finansial untuk pelestarian hutan.17

  • Potensi Pendapatan dan Tantangan: Program REDD+ menunjukkan potensi pendapatan dari karbon hutan, namun juga menghadapi tantangan tata kelola, pembagian manfaat yang belum optimal, dan risiko penipuan.17
  • Peran Gereja yang Potensial:
  • Advokasi Keadilan dalam Pembagian Manfaat: GPI/GBM dapat mengadvokasi agar mekanisme benefit sharing dari skema seperti REDD+ atau pendanaan non-ekstraktif lainnya benar-benar sampai ke masyarakat adat dan lokal yang menjaga hutan.29
  • Peningkatan Kapasitas Masyarakat: Gereja dapat membantu meningkatkan kapasitas masyarakat untuk memahami dan berpartisipasi dalam program-program semacam ini, serta mengelola dana yang diterima secara bertanggung jawab.
  • Pengawasan Independen: Lembaga gereja dapat berperan sebagai pengawas independen untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek dan pengelolaan dana.

6.2. Pembelajaran dari Advokasi Gereja Melawan Tambang dan Pengembangan Masyarakat

Berbagai GBM dan lembaga keagamaan di Indonesia telah aktif dalam advokasi menentang pertambangan yang merusak dan dalam program pemberdayaan masyarakat.

  • Keuskupan Ruteng dan JPIC: Pengalaman Keuskupan Ruteng dalam mengidentifikasi wilayah tambang, mendampingi masyarakat menolak tambang, dan mengadvokasi pembangunan alternatif menunjukkan peran profetis dan pastoral gereja yang kuat. Rekomendasi Sinode III Keuskupan Ruteng untuk membangun spiritualitas ekologis dan melawan perusakan lingkungan sangat relevan.
  • Advokasi di Nagekeo dan Reok, Flores: Keterlibatan lembaga Gereja Katolik bersama tetua adat dalam menolak perusahaan tambang menunjukkan kekuatan kolaborasi dalam menjaga tanah ulayat dan lingkungan. Narasi "Kami Tidak Bisa Diam Jika Tanah Umat Kami Terancam" mencerminkan komitmen moral gereja.
  • Program Pengembangan Masyarakat oleh Gereja: Berbagai gereja seperti GKII dan GMIT (GBM dari GPI) telah menjalankan program pengembangan masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan jemaat melalui pendekatan community development. Program PMNA untuk pembangunan gereja dan PAUD di pedesaan juga menunjukkan jangkauan pelayanan gereja. Pengalaman ini menjadi modal penting dalam merancang program ekonomi alternatif berbasis jemaat di wilayah potensi tambang.

6.3. Pembelajaran dari Mekanisme Keuangan Inovatif Global: Adaptasi dengan Keterlibatan Gereja

  • Debt-for-Nature Swaps: Indonesia telah melakukan debt-for-nature swap dengan AS untuk konservasi terumbu karang, dengan dana dikelola melalui conservation trust fund.34 GPI/GBM dapat mengadvokasi agar mekanisme serupa diterapkan untuk konservasi hutan di atas lahan mineral, dan bahkan terlibat dalam komite pengarah
    trust fund tersebut untuk memastikan dana digunakan secara efektif dan adil.
  • Forest Bonds dan Conservation Bonds Lainnya: Forest bonds membiayai proyek kehutanan berkelanjutan atau konservasi.22 GPI/GBM dapat membantu memastikan bahwa desain obligasi semacam itu benar-benar memberikan manfaat bagi hutan dan komunitas lokal, serta adil dalam pembagian risiko dan imbalan.36 Keterlibatan gereja dapat meningkatkan kepercayaan investor dampak.
  • Sekuritisasi Arus Pendapatan Masa Depan (Kosta Rika): Model Kosta Rika yang melakukan sekuritisasi pendapatan dari biaya masuk wisatawan ke kawasan lindung 21 dapat diadaptasi. Jika ada potensi ekowisata atau jasa lingkungan lain di kawasan hutan yang dilindungi (di atas deposit mineral), gereja dapat membantu memastikan bahwa pendapatan tersebut dikelola secara transparan dan sebagian dialokasikan kembali untuk kesejahteraan masyarakat penjaga hutan.

6.4. Analisis Kelayakan Penerapan di Wilayah Pelayanan Gereja dengan Potensi Tambang

  • Pemetaan Wilayah Pelayanan dan Potensi Konflik: GPI dan GBM perlu memetakan wilayah-wilayah pelayanannya yang tumpang tindih dengan konsesi tambang atau potensi mineral di kawasan hutan. Ini menjadi dasar untuk menentukan prioritas advokasi dan intervensi.
  • Kesiapan Kelembagaan Gereja dan Jemaat: Perlu ada penilaian internal mengenai kesiapan sumber daya manusia, struktur, dan kapasitas finansial di tingkat sinode hingga jemaat lokal untuk terlibat dalam program yang kompleks ini. Pelatihan bagi pendeta dan majelis jemaat mengenai isu lingkungan, ekonomi ekologi, dan keuangan berkelanjutan menjadi penting.
  • Membangun Kepercayaan dan Kemitraan: Gereja dapat memanfaatkan modal sosial dan kepercayaan yang dimilikinya di masyarakat untuk membangun kemitraan dengan pemerintah daerah, akademisi, LSM, dan sektor swasta yang memiliki komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan.

Pembelajaran dari berbagai kasus ini menunjukkan bahwa gereja memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan yang signifikan. Dengan mengintegrasikan panggilan teologis, kapasitas kelembagaan, dan jaringan yang dimiliki, GPI dan GBM dapat memainkan peran kunci dalam mengarahkan pemanfaatan sumber daya alam menuju model yang lebih adil, lestari, dan mensejahterakan bagi seluruh ciptaan.

Bab 7: Kesimpulan dan Rekomendasi Terintegrasi

Analisis terhadap penerapan ekonomi ekologi dan potensi pemanfaatan non-ekstraktif sumber daya mineral, dengan mengintegrasikan peran sentral Sinode Am Gereja Protestan di Indonesia (GPI) dan Sinode Gereja Bagian Mandiri (GBM), menunjukkan adanya peluang signifikan untuk mewujudkan pembangunan yang adil dan berkelanjutan di wilayah pedesaan Indonesia yang berhutan dan memiliki potensi tambang.

7.1. Kesimpulan

  1. Sinergi Ekonomi Ekologi dan Panggilan Gereja: Prinsip-prinsip ekonomi ekologi, yang menekankan keberlanjutan, keadilan, dan valuasi holistik modal alam, sangat selaras dengan panggilan teologis GPI dan GBM untuk keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan.12 Integrasi kedua perspektif ini memberikan landasan moral dan konseptual yang kuat untuk menolak model pembangunan ekstraktif yang merusak dan mencari alternatif yang lebih baik.
  2. Peran Multifaset Gereja: GPI dan GBM dapat memainkan peran multifaset sebagai advokat kebijakan, pendamping masyarakat terdampak, pendidik dan penyadar umat, fasilitator dialog, pengembang ekonomi alternatif berbasis jemaat, serta pengawas moral dalam pengelolaan sumber daya alam dan implementasi mekanisme keuangan non-ekstraktif.
  3. Potensi Kolateralisasi dan Sekuritisasi dengan Pengawalan Gereja: Mekanisme kolateralisasi dan sekuritisasi aset mineral in-situ menawarkan alternatif pendanaan yang inovatif.19 Keterlibatan GPI/GBM dalam proses ini, mulai dari advokasi kerangka hukum yang adil hingga pengawasan implementasi dan pembagian manfaat, dapat meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan memastikan bahwa hasilnya benar-benar untuk kesejahteraan rakyat dan kelestarian lingkungan.
  4. Tantangan Implementasi yang Membutuhkan Solusi Kolaboratif: Tantangan seperti penyusunan regulasi, valuasi aset alam, manajemen risiko, dan peningkatan kapasitas masyarakat tetap ada.19 Solusi terintegrasi yang melibatkan kerjasama erat antara pemerintah, GPI/GBM, masyarakat sipil, akademisi, dan sektor swasta yang bertanggung jawab menjadi kunci.
  5. Urgensi Perubahan Paradigma yang Didukung Gereja: Diperlukan pergeseran paradigma dari pembangunan ekstraktif menuju model konservatif-produktif. GPI dan GBM, dengan otoritas moral dan jangkauan pelayanannya, dapat menjadi motor penggerak penting dalam mendorong perubahan paradigma ini di tingkat masyarakat maupun pengambil kebijakan.

7.2. Rekomendasi Terintegrasi

A. Bagi Pemerintah (Pusat dan Daerah):

  1. Pengembangan Kerangka Hukum Kolaboratif:
  • Melibatkan GPI/GBM dan perwakilan masyarakat sipil dalam penyusunan atau revisi regulasi terkait valuasi, kolateralisasi, dan sekuritisasi aset alam in-situ, memastikan aspek keadilan sosial, hak masyarakat adat/lokal, dan perlindungan lingkungan terintegrasi kuat.23
  • Memperkuat regulasi terkait pengakuan hak ulayat, perhutanan sosial, dan mekanisme pembagian manfaat yang adil dari pengelolaan SDA, dengan GPI/GBM sebagai salah satu mitra konsultasi.29
  1. Penyediaan Dukungan dan Kemitraan:
  • Menyediakan dukungan teknis dan pendanaan awal untuk proyek percontohan pembiayaan non-ekstraktif yang melibatkan kemitraan dengan GPI/GBM dan komunitas lokal.
  • Membangun platform dialog reguler antara pemerintah, GPI/GBM, dan pemangku kepentingan lainnya untuk membahas isu-isu pengelolaan SDA dan mencari solusi bersama.
  1. Penegakan Hukum dan Tata Kelola yang Baik:
  • Meningkatkan transparansi dalam perizinan tambang dan penegakan hukum lingkungan secara tegas, dengan melibatkan GPI/GBM sebagai salah satu lembaga pemantau independen.

B. Bagi Sinode Am Gereja Protestan di Indonesia (GPI) dan Sinode Gereja Bagian Mandiri (GBM):

  1. Penguatan Kapasitas Internal dan Pendidikan Umat:
  • Mengembangkan kurikulum dan materi pembinaan umat yang secara eksplisit mengintegrasikan teologi keutuhan ciptaan dengan prinsip ekonomi ekologi dan isu-isu pengelolaan SDA.12
  • Meningkatkan kapasitas pendeta, majelis jemaat, dan aktivis gereja dalam bidang advokasi lingkungan, analisis sosial-ekonomi, fasilitasi komunitas, dan pemahaman tentang mekanisme keuangan berkelanjutan.
  • Menginisiasi program "Sekolah Lapang Ekologi dan Ekonomi Alternatif" di tingkat jemaat atau klasis.
  1. Advokasi dan Pendampingan Strategis:
  • Secara proaktif mengadvokasi kebijakan pengelolaan SDA yang adil dan lestari di berbagai tingkatan pemerintahan, termasuk menolak konsesi tambang yang merusak.53
  • Membentuk tim atau unit khusus di tingkat sinode atau GPI untuk fokus pada isu lingkungan dan pendampingan masyarakat terdampak aktivitas ekstraktif.
  1. Pengembangan Model Ekonomi Alternatif Berbasis Jemaat:
  • Mengalokasikan sumber daya (dana, tenaga ahli) untuk mendukung pengembangan usaha ekonomi hijau di tingkat jemaat (misalnya, pertanian organik, ekowisata rohani, koperasi simpan pinjam hijau, pengelolaan hasil hutan non-kayu) sebagai alternatif terhadap ekonomi ekstraktif.
  • Membangun kemitraan dengan lembaga keuangan mikro atau investor dampak untuk mendukung permodalan usaha-usaha jemaat tersebut.
  1. Keterlibatan Aktif dalam Mekanisme Keuangan Non-Ekstraktif:
  • Berperan aktif dalam proses konsultasi publik terkait valuasi aset mineral in-situ dan desain mekanisme kolateralisasi/sekuritisasi.
  • Mengusulkan perwakilan gereja atau tokoh masyarakat yang dipercaya untuk duduk dalam dewan pengawas SPV atau Conservation Trust Fund yang mengelola dana dari mekanisme non-ekstraktif.25
  • Membantu mempromosikan instrumen keuangan berbasis konservasi kepada jaringan gereja global dan investor etis.
  1. Penguatan Jaringan Oikumenis dan Kemitraan Lintas Sektor:
  • Memperkuat kerjasama oikumenis antar GBM dan dengan lembaga keagamaan lain dalam isu lingkungan dan keadilan sosial.
  • Membangun aliansi strategis dengan LSM lingkungan, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan media untuk memperkuat gerakan sosial-ekologis.

C. Bagi Masyarakat Lokal dan Komunitas Adat:

  1. Partisipasi Aktif: Terlibat aktif dalam program-program pemberdayaan dan advokasi yang difasilitasi oleh gereja atau lembaga lain.
  2. Penguatan Organisasi Lokal: Memperkuat organisasi komunitas dan adat untuk memiliki suara yang lebih kuat dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan SDA di wilayah mereka.
  3. Pengembangan Kearifan Lokal: Menggali dan mengembangkan kembali kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, dan mengintegrasikannya dengan pengetahuan modern.

Dengan langkah-langkah terintegrasi dan kolaborasi yang erat antar semua pemangku kepentingan, di mana GPI dan GBM memainkan peran sentral sebagai pembawa pesan moral, fasilitator, dan agen pemberdayaan, diharapkan wilayah pedesaan Indonesia yang kaya akan hutan dan potensi mineral dapat mencapai kesejahteraan yang adil dan berkelanjutan, selaras dengan kehendak Sang Pencipta atas seluruh ciptaan-Nya.


Daftar Pustaka

  1. 1 Chatham House. Mining's impacts on forests.
  2. 2 Griffith University. Forest Values Policy Brief.
  3. 3 Rudy C Tarumingkeng: Ekonomi Ekologis.
  4. 4 Wikipedia. Ecological economics.
  5. 5 Jurnal Al-Syir'ah Vol. 4 No. 2 Juli-Desember 2006.
  6. 6 Number Analytics. Ecological economics principles guide.
  7. 7 Yonariza. Buku Jasa Lingkungan.
  8. 8 EnviroScienteae Vol. 17 No. 3, November 2021. Nilai Ekonomi Kawasan Hutan Mangrove Bagi Nelayan Sekitar Area Pertambangan.
  9. 9 Jurnal Hutan Tropis. Perubahan Penggunaan Fungsi Kawasan Hutan untuk Pertambangan.
  10. 10 Prosiding Seminar Nasional, Semarang 2 Desember 2020. “Pembangunan Hijau dan Perizinan: Diplomasi, kesiapan perangkat dan pola standarisasi”.
  11. 11 E-journal Politanisamarinda. Valuasi Jasa Ekosistem Hutan Tropis di Kalimantan Timur dengan Metode Benefit Transfer.
  12. 17 Jurnal Al Mikraj. Pelaksanaan Program REDD+ di Kalimantan Timur.
  13. 15 Journal E-Gov Wiyata: Education and Government. Volume 1 Nomor 1, Februari 2023.
  14. 18 ResearchGate. Penilaian dan Pembayaran Jasa Ekosistem: Metode dan Aplikasinya di Pedesaan Negara-Negara Berkembang.
  15. 19 Investopedia. Securitization: Definition, Pros & Cons, Example.
  16. 20 The Nature Conservancy. Investing in Nature – Private finance for nature-based resilience.
  17. 21 BIOFIN. Costa Rica's Future Flows Securitization Bill for Protected Areas.
  18. 22 World Bank Open Knowledge Repository. Innovative Financial Instruments and Their Role in the Development of Jurisdictional REDD+.
  19. 23 Otoritas Jasa Keuangan. Matriks RPOJK Sekuritisasi.
  20. 24 Otoritas Jasa Keuangan. POJK 11/2019 Prinsip Kehati-Hatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum.
  21. 25 Pena Bulu Foundation. Merajut Pelembagaan Pendanaan Konservasi Berkelanjutan Untuk Wallacea.
  22. 26 KEHATI Annual Report 2018.
  23. 27 Jurnal Hukum PRIORIS. Risiko dalam Investasi Asing.
  24. 28 Jurnal Ilmiah Cendekia Nusantara. Tantangan dan Solusi dalam Kerjasama Investasi antara Pemerintah dan Badan Usaha.
  25. 29 Madani Berkelanjutan. BPDLH Brief Oktober 2019.
  26. 30 Pena Bulu Foundation Research Institute. Hasil Kajian Mekanisme BSM untuk Implementasi Desa Hijau di Kaltim.
  27. 31 IPEHIJAU. Kejahatan Perdagangan Karbon: Contoh Kasus, Konteks Indonesia, dan Upaya Pencegahan.
  28. 32 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis (DJIEB). Peluang dan Tantangan Green Sukuk di Indonesia.
  29. 33 Jurnal Akuntansi Universitas Nusantara PGRI Kediri. Dinamika Efektivitas Green bond dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan.
  30. 34 Nature Tech Collective. Financing Ocean Conservation through Debt-for-Nature Swaps.
  31. 35 Luma. Debt-for-Nature Swaps: Indonesia Case Study.
  32. 36 Global Canopy. Understanding Forest Bonds. (Catatan: URL asli tidak dapat diakses, informasi berdasarkan judul dan konteks umum
    forest bonds).
  33. 37 The Smokey Wire. Andy Explains Forest Bonds For You.
  34. 38 Antara News. PGI serukan gereja perjuangkan keadilan hingga pelestarian lingkungan.
  35. 39 Katolikana. HKBP dan PGI Juga Tolak Konsesi Tambang.
  36. 12 PGI. Dokumen Keesaan Gereja Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (DKG-PGI) 2019–2024.
  37. 13 Diligentia Vol. 6, No. 2, May 2024. Solidaritas Ciptaan Allah menurut Dokumen Keesaan Gereja (DKG-PGI) 2019-2024.
  38. 40 Jurnal Agama dan Kebudayaan Vol. X No. 2, Januari - Juli 2021. Kiprah Gereja Keuskupan Ruteng Pascatambang.
  39. 41 Floresa.co. Tetua Adat dan Lembaga Gereja Katolik Tolak Perusahaan Tambang Mangan yang Hendak Beroperasi Lagi di Reok.
  40. 42 NDC Ministry. Program PMNA.
  41. 16 Media Neliti. Teologi Pembangunan Berbasis Pengembangan Masyarakat.
  42. 14 eJournal Teologi UKIT. Misi Gereja Dalam Krisis Ekologi.
  43. 43 Digilib UIN Suka. Struktur Epistemologi Konsep Ekoteologi Interreligius.
  44. 44 eJurnal Methodist. Pemberdayaan Ekonomi Jemaat.
  45. 45 Repository UKSW. Peran Gereja terhadap Pemberdayaan Ekonomi Jemaat di Jemaat GMIT Betania Oetaman Desa Linamnutu.
  46. 46 Kumparan. Penerapan Ekonomi Hijau di Indonesia dan Contoh Suksesnya.
  47. 47 Cerah.or.id. Potensi dan Contoh Penerapan Green Economy di Indonesia.
  48. 48 GMIM. Gereja Masehi Injili di Minahasa.
  49. 49 Wikipedia. Gereja Masehi Injili di Minahasa.
  50. 50 Wikipedia. Gereja Kristen Injili di Tanah Papua.
  51. 51 Scribd. Tata Gereja Tahun 2022 (GKI di Tanah Papua).
  52. Wikipedia. Gereja Masehi Injili di Minahasa.
  53. Antara News. PGI serukan gereja perjuangkan keadilan hingga pelestarian lingkungan.
  54. GMIM. Gereja Masehi Injili di Minahasa.
  55. Katolikana. HKBP dan PGI Juga Tolak Konsesi Tambang.
  56. 12 PGI. Dokumen Keesaan Gereja Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (DKG-PGI) 2019–2024.
  57. Wikipedia. Gereja Kristen Injili di Tanah Papua.
  58. Diligentia Vol. 6, No. 2, May 2024. Solidaritas Ciptaan Allah menurut Dokumen Keesaan Gereja (DKG-PGI) 2019-2024.
  59. Wikipedia. Gereja Kristen Injili di Tanah Papua.
  60. NDC Ministry. Program PMNA.
  61. 12 PGI. Dokumen Keesaan Gereja Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (DKG-PGI) 2019–2024.
  62. eJurnal Methodist. Pemberdayaan Ekonomi Jemaat.
  63. eJournal Teologi UKIT. Misi Gereja Dalam Krisis Ekologi.
  64. Media Neliti. Teologi Pembangunan Berbasis Pengembangan Masyarakat.
  65. Repository UKSW. Peran Gereja terhadap Pemberdayaan Ekonomi Jemaat di Jemaat GMIT Betania Oetaman Desa Linamnutu.
  66. Digilib UIN Suka. Struktur Epistemologi Konsep Ekoteologi Interreligius.
  67. Floresa.co. Tetua Adat dan Lembaga Gereja Katolik Tolak Perusahaan Tambang Mangan yang Hendak Beroperasi Lagi di Reok.
  68. Jurnal Agama dan Kebudayaan Vol. X No. 2, Januari - Juli 2021. Kiprah Gereja Keuskupan Ruteng Pascatambang.
  69. Cerah.or.id. Potensi dan Contoh Penerapan Green Economy di Indonesia.
  70. 21 BIOFIN. Costa Rica's Future Flows Securitization Bill for Protected Areas.
  71. 28 Jurnal Ilmiah Cendekia Nusantara. Tantangan dan Solusi dalam Kerjasama Investasi antara Pemerintah dan Badan Usaha.
  72. 32 Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis (DJIEB). Peluang dan Tantangan Green Sukuk di Indonesia.
  73. 27 Jurnal Hukum PRIORIS. Risiko dalam Investasi Asing.
  74. 29 Madani Berkelanjutan. BPDLH Brief Oktober 2019.
  75. 64 SlideShare. Ekoling3. valuasi ekonomi sda-klh.
  76. 15 Journal E-Gov Wiyata: Education and Government. Volume 1 Nomor 1, Februari 2023.
  77. Kumparan. Penerapan Ekonomi Hijau di Indonesia dan Contoh Suksesnya.
  78. 23 Otoritas Jasa Keuangan. Matriks RPOJK Sekuritisasi.
  79. 10 Prosiding Seminar Nasional, Semarang 2 Desember 2020. “Pembangunan Hijau dan Perizinan: Diplomasi, kesiapan perangkat dan pola standarisasi”.
  80. 3 Rudy C Tarumingkeng: Ekonomi Ekologis.
  81. 24 Otoritas Jasa Keuangan. POJK 11/2019 Prinsip Kehati-Hatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum.
  82. 33 Jurnal Akuntansi Universitas Nusantara PGRI Kediri. Dinamika Efektivitas Green bond dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan……….
  83. 30 Pena Bulu Foundation Research Institute. Hasil Kajian Mekanisme BSM untuk Implementasi Desa Hijau di Kaltim.
  84. 3 Rudy C Tarumingkeng: Ekonomi Ekologis.
  85. 31 IPEHIJAU. Kejahatan Perdagangan Karbon: Contoh Kasus, Konteks Indonesia, dan Upaya Pencegahan.
  86. 22 World Bank Open Knowledge Repository. Innovative Financial Instruments and Their Role in the Development of Jurisdictional REDD+.
  87. 35 Luma. Debt-for-Nature Swaps: Indonesia Case Study.
  88. 34 Nature Tech Collective. Financing Ocean Conservation through Debt-for-Nature Swaps.
  89. 10 Prosiding Seminar Nasional, Semarang 2 Desember 2020. “Pembangunan Hijau dan Perizinan: Diplomasi, kesiapan perangkat dan pola standarisasi”.
  90. 9 Jurnal Hutan Tropis. Perubahan Penggunaan Fungsi Kawasan Hutan untuk Pertambangan.
  91. 25 Pena Bulu Foundation. Merajut Pelembagaan Pendanaan Konservasi Berkelanjutan Untuk Wallacea.
  92. 17 Jurnal Al Mikraj. Pelaksanaan Program REDD+ di Kalimantan Timur.
  93. 7 Yonariza. Buku Jasa Lingkungan.
  94. 18 ResearchGate. Penilaian dan Pembayaran Jasa Ekosistem: Metode dan Aplikasinya di Pedesaan Negara-Negara Berkembang.
  95. 11 E-journal Politanisamarinda. Valuasi Jasa Ekosistem Hutan Tropis di Kalimantan Timur dengan Metode Benefit Transfer.
  96. 8 EnviroScienteae Vol. 17 No. 3, November 2021. Nilai Ekonomi Kawasan Hutan Mangrove Bagi Nelayan Sekitar Area Pertambangan.
  97. 5 Jurnal Al-Syir'ah Vol. 4 No. 2 Juli-Desember 2006.
  98. 8 EnviroScienteae Vol. 17 No. 3, November 2021. Nilai Ekonomi Kawasan Hutan Mangrove Bagi Nelayan Sekitar Area Pertambangan.
  99. 26 KEHATI Annual Report 2018.
  100. 74 Journal Literasi Sains Indonesia. Valuasi Ekonomi Nilai Jasa Hutan.
  101. 66 ResearchGate. Thinking critically about food security.
  102. 65 FlipHTML5. E-Modul.
  103. 75 Bank Mayapada. Kebijakan Manajemen Risiko.
  104. 76 Global Canopy. Understanding Forest Bonds.
  105. 77 World Bank. New World Bank financing mechanism.
  106. 19 Investopedia. Securitization: Definition, Pros & Cons, Example.
  107. 21 BIOFIN. Costa Rica's Future Flows Securitization Bill for Protected Areas.
  108. 22 World Bank Open Knowledge Repository. Innovative Financial Instruments and Their Role in the Development of Jurisdictional REDD+.
  109. 67 Redalyc. The Securitisation of Environmental Sustainability.
  110. 37 The Smokey Wire. Andy Explains Forest Bonds For You.
  111. 4 Wikipedia. Ecological economics.
  112. 78 CBD. Socio-economic benefits of ecological networks.
  113. 20 The Nature Conservancy. Investing in Nature – Private finance for nature-based resilience.
  114. 36 Global Canopy. Understanding Forest Bonds.
  115. 6 Number Analytics. Ecological economics principles guide.
  116. 2 Griffith University. Forest Values Policy Brief.
  117. 1 Chatham House. Mining's impacts on forests.
  118. 63 ResearchGate. Economic and Social Benefits of Cooperative Farming.
  119. Lampiran (Jika Perlu)
  120. (Tidak ada lampiran spesifik yang diminta untuk disertakan dalam format laporan akhir ini, namun dalam implementasi nyata, detail metodologi valuasi, contoh perhitungan, atau draf kerangka hukum untuk SPV dapat dilampirkan.)
  121. Karya yang dikutip

  122. Mining's Impacts on Forests | 4. Forest-smart approaches - Chatham House, diakses Juni 11, 2025, https://www.chathamhouse.org/2020/10/minings-impacts-forests/4-forest-smart-approaches
  123. THE ECONOMIC VALUE OF THE PLANET'S FOREST ECOSYSTEMS - Griffith University, diakses Juni 11, 2025, https://www.griffith.edu.au/__data/assets/pdf_file/0022/1642180/ForestValuesPolicy_Final-with-Author.pdf
  124. Ekonomi Ekologis - rudyct.com, diakses Juni 11, 2025, https://rudyct.com/ab/Ekonomi.Ekologis.pdf
  125. Ecological economics - Wikipedia, diakses Juni 11, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Ecological_economics
  126. KORELASI ANTARA EKONOMI DAN EKOLOGI DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh - Journal IAIN Manado, diakses Juni 11, 2025, https://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JIS/article/download/208/182
  127. Ecological Economics 101: A Beginner's Guide, diakses Juni 11, 2025, https://www.numberanalytics.com/blog/ecological-economics-principles-guide
  128. PENILAIAN DAN PEMBAYARAN JASA EKOSISTEM, METODE DAN APLIKASINYA di PEDESAAN NEGARA-NEGARA BERKEMBANG, diakses Juni 11, 2025, http://repo.unand.ac.id/46120/1/YONARIZA%20BUKU%20JASA%20LINGKUNGAN.pdf
  129. EnviroScienteae Vol. 17 No. 3, November 2021 Halaman : 88-97 ..., diakses Juni 11, 2025, https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/es/article/download/11727/7466
  130. Kajian Hukum Perubahan Fungsi Penggunaan Kawasan Hutan untuk Usaha Pertambangan, diakses Juni 11, 2025, https://journal.uho.ac.id/index.php/holresch/article/download/222/124
  131. Ekowisata Berbasis Masyarakat untuk Mendukung ... - MIL UNDIP |, diakses Juni 11, 2025, https://mil.pasca.undip.ac.id/wp-content/uploads/2021/11/19.-Wenny-Vebriane-136-141.pdf
  132. Valuasi Jasa Ekosistem Hutan Tropis di Kalimantan Timur dengan Metode Benefit Transfer - e-journal politani samarinda, diakses Juni 11, 2025, https://e-journal.politanisamarinda.ac.id/index.php/jurnalloupe/article/download/73/84/347
  133. Dokumen Keesaan Gereja-Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia 2019-2024 - PGI, diakses Juni 11, 2025, https://pgi.or.id/wp-content/uploads/2021/03/Dokumen-Keesaan-Gereja-Persekutuan-Gereja-Gereja-di-Indonesia-2019-2024-2.pdf
  134. Oikumenitas dan Solidaritas Ciptaan Allah menurut Dokumen Teologi Gereja HKBP [Ecumenism and Solidarity of God's Creation, diakses Juni 11, 2025, https://ojs.uph.edu/index.php/DIL/article/download/8161/3930
  135. Misi Gereja Dalam Krisis Ekologi - Journal Fakultas Teologi Ukit, diakses Juni 11, 2025, https://ejournal.teologi-ukit.ac.id/index.php/educatio-christi/article/download/130/140/
  136. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT UNTUK MENINGKATKAN EKONOMI DI DESA KERTAJAYA KECAMATAN CIGUGUR KABUPATEN PANGANDARAN - Journal Education and Government Wiyata, diakses Juni 11, 2025, https://journal.wiyatapublisher.or.id/index.php/e-gov/article/download/4/4
  137. teologi pembangunan berbasis pengembangan masyarakat shalom pada gereja kemah injil indonesia daerah kupang - Neliti, diakses Juni 11, 2025, https://media.neliti.com/media/publications/104009-teologi-pembangunan-berbasis-pengembanga-b91ad8ec.pdf
  138. Pelaksanaan Program REDD+ di Kalimantan Timur AL MIKRAJ - Omah Jurnal Sunan Giri, diakses Juni 11, 2025, https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/almikraj/article/download/5819/3397/
  139. PENILAIAN DAN PEMBAYARAN JASA EKOSISTEM, METODE DAN APLIKASINYA di PEDESAAN NEGARA-NEGARA BERKEMBANG - ResearchGate, diakses Juni 11, 2025, https://www.researchgate.net/publication/359023773_PENILAIAN_DAN_PEMBAYARAN_JASA_EKOSISTEM_METODE_DAN_APLIKASINYA_di_PEDESAAN_NEGARA-NEGARA_BERKEMBANG
  140. Securitization: Definition, Pros & Cons, Example - Investopedia, diakses Juni 11, 2025, https://www.investopedia.com/terms/s/securitization.asp
  141. Investing in Nature – Private finance for nature-based resilience, diakses Juni 11, 2025, https://www.nature.org/content/dam/tnc/nature/en/documents/TNC-INVESTING-IN-NATURE_Report_01.pdf
  142. Costa Rica's Future Flows Securitization Bill for Protected Areas ..., diakses Juni 11, 2025, https://www.biofin.org/news-and-media/costa-ricas-future-flows-securitization-bill-protected-areas-provides-replicable
  143. Publication: Innovative Financial Instruments and Their Role in the ..., diakses Juni 11, 2025, https://openknowledge.worldbank.org/entities/publication/81e201bf-3d66-4d47-a66f-395bcf368e3d
  144. PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: /POJK.03/2018 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM AKTIVITAS SEKURITISASI ASET BAGI B, diakses Juni 11, 2025, https://www.ojk.go.id/id/regulasi/otoritas-jasa-keuangan/rancangan-regulasi/Documents/Matriks%20RPOJK%20Sekuritisasi.pdf
  145. SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 /POJK.03/2019 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM AKTIVITAS, diakses Juni 11, 2025, https://www.ojk.go.id/id/regulasi/Documents/Pages/Prinsip-Kehati-Hatian-dalam-Aktivitas-Sekuritisasi-Aset-bagi-Bank-Umum/pojk%2011-2019.pdf
  146. Merajut Pelembagaan Pendanaan Konservasi Berkelanjutan untuk Wallacea - Penabulu Grant Management, diakses Juni 11, 2025, http://grantmanagement.penabulufoundation.org/wp-content/uploads/2019/11/Merajut-Pelembagaan-Pendanaan-Konservasi-Berkelanjutan-Untuk-Wallacea.pdf
  147. BERDAYA INDONESIAKU - KEHATI, diakses Juni 11, 2025, https://kehati.or.id/app/uploads/2021/12/KEHATI-Annual-Report-2018_IND.pdf
  148. RISIKO INVESTASI ASING DAN PENYELESAIANNYA MELALUI INSTRUMEN ARBITRASE - Jurnal Hukum & Pembangunan Masyarakat, diakses Juni 11, 2025, https://oaj.jurnalhst.com/index.php/jhpm/article/download/5781/6339
  149. Pdf, diakses Juni 11, 2025, https://jicnusantara.com/index.php/jicn/article/view/171/220
  150. badan pengelola dana lingkungan hidup sebagai instrumen pendanaan redd+: hal-hal yang harus - Yayasan Madani Berkelanjutan, diakses Juni 11, 2025, https://madaniberkelanjutan.id/wp-content/uploads/2022/08/Madani-BPDLH-Brief-Oktober-2019.pdf
  151. kajian mekanisme - benefit sharing fcpf carbon fund - Penabulu Research Institute, diakses Juni 11, 2025, http://researchinstitute.penabulufoundation.org/wp-content/uploads/2019/11/Hasil-Kajian-Mekanisme-BSM-untuk-Implementasi-Desa-Hijau-di-Kaltim.pdf
  152. Kejahatan Perdagangan Karbon: Contoh Kasus, Konteks Indonesia, dan Upaya Pencegahan - IPEHIJAU, diakses Juni 11, 2025, https://ipehijau.org/kejahatan-perdagangan-karbon-contoh-kasus-konteks-indonesia-dan-upaya-pencegahan/
  153. PELUANG DAN TANTANGAN GREEN SUKUK DI INDONESIA, diakses Juni 11, 2025, https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/djieb/article/download/20242/9734
  154. Dinamika Efektivitas Green bond dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan………., diakses Juni 11, 2025, https://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/akuntansi/article/download/24792/4539/61465
  155. Financing Ocean Conservation through Debt-for-Nature Swaps | Nature Tech Collective, diakses Juni 11, 2025, https://www.naturetechcollective.org/stories/financing-ocean-conservation-debt-for-nature-swaps
  156. Debt-for-Nature Swaps: Indonesia Case Study - Luma, diakses Juni 11, 2025, https://lu.ma/sx85xnrw
  157. Understanding Forest Bonds - Global Canopy, diakses Juni 11, 2025, https://globalcanopy.org/wp-content/uploads/2021/01/UnderstandingForestBonds.pdf
  158. Andy Explains Forest Bonds For You | The Smokey Wire : National Forest News and Views, diakses Juni 11, 2025, https://forestpolicypub.com/2024/10/15/andy-explains-forest-bonds-for-you/
  159. PGI serukan gereja perjuangkan keadilan hingga pelestarian lingkungan - Antaranews.com, diakses Juni 11, 2025, https://www.antaranews.com/berita/4864221/pgi-serukan-gereja-perjuangkan-keadilan-hingga-pelestarian-lingkungan
  160. HKBP dan PGI Juga Tolak Konsesi Tambang - katolikana, diakses Juni 11, 2025, https://www.katolikana.com/2024/06/11/hkbp-dan-pgi-juga-tolak-konsesi-tambang/
  161. Kiprah Gereja Keuskupan Ruteng Pascatambang (Studi Kasus ..., diakses Juni 11, 2025, https://jurnal.stipassirilus.ac.id/index.php/ja/article/download/64/55
  162. Tetua Adat dan Lembaga Gereja Katolik Tolak Perusahaan Tambang Mangan yang Hendak Beroperasi Lagi di Reok - Floresa.co, diakses Juni 11, 2025, https://floresa.co/reportase/mendalam/66486/2024/08/06/tetua-adat-dan-lembaga-gereja-katolik-tolak-perusahaan-tambang-mangan-yang-hendak-beroperasi-lagi-di-reok
  163. pembangunan 1000 gereja - NDC Ministry - Program PMNA, diakses Juni 11, 2025, https://www.ndcministry.org/pmna/1000gereja
  164. STRUKTUR EPISTEMOLOGI KONSEP EKOTEOLOGI INTERRELIGIUS (Studi Komparasi Pandangan Agama-Agama Tentang Ekoteologi di Kotabaru Yogyakarta), diakses Juni 11, 2025, https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/70175/1/23205021004_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf
  165. PEMBERDAYAAN EKONOMI JEMAAT Dinson Saragih Sekolah Tinggi Teologi Gereja Methodist Indonesia Abstrak Tulisan ini menyajikan tuli, diakses Juni 11, 2025, https://ejurnal.methodist.ac.id/index.php/jta/article/download/3033/1973/9800
  166. Peran Gereja terhadap Pemberdayaan Ekonomi Jemaat di Jemaat GMIT Betania Oetaman Desa Linamnutu - Repositori Institusi | Universitas Kristen Satya Wacana, diakses Juni 11, 2025, https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4091/2/T2_752011037_BAB%20I.pdf
  167. Penerapan Ekonomi Hijau di Indonesia dan Contoh Suksesnya | kumparan.com, diakses Juni 11, 2025, https://m.kumparan.com/berita-hari-ini/penerapan-ekonomi-hijau-di-indonesia-dan-contoh-suksesnya-23XXrHw1mcY
  168. Potensi dan Contoh Penerapan Green Economy di Indonesia, diakses Juni 11, 2025, https://www.cerah.or.id/id/publications/article/detail/potensi-dan-contoh-penerapan-green-economy-di-indonesia
  169. Gereja Masehi Injili di Minahasa | The Christian Evangelical Chruch in Minahasa, diakses Juni 11, 2025, https://gmim.or.id/
  170. Gereja Masehi Injili di Minahasa - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses Juni 11, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Masehi_Injili_di_Minahasa
  171. Gereja Kristen Injili di Tanah Papua - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses Juni 11, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Kristen_Injili_di_Tanah_Papua
  172. Tata Gereja Tahun 2022 | PDF | Agama & Spiritualitas - Scribd, diakses Juni 11, 2025, https://id.scribd.com/document/723467882/Tata-Gereja-Tahun-2022
  173. Untitled - Repository STFT Jakarta, diakses Juni 11, 2025, https://repository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2021/08/Webinar-GPI-23-Juni-2021-Dokumen.pdf
  174. PGI Menolak Mengelola Tambang karena Masukan Masyarakat Adat: Kami Tidak Mau Kehilangan Sandaran Moral | tempo.co, diakses Juni 11, 2025, https://www.tempo.co/ekonomi/pgi-menolak-mengelola-tambang-karena-masukan-masyarakat-adat-kami-tidak-mau-kehilangan-sandaran-moral-1199877
  175. PGI Tegaskan Dukungan Tolak Tambang Emas Sangihe - Betahita, diakses Juni 11, 2025, https://betahita.id/news/lipsus/7089/pgi-tegaskan-dukungan-tolak-tambang-emas-sangihe.html?v=1647115396
  176. sikap gereja masehi injili sangihe talaud (gmist) sehubungan dengan usaha pt. tambang mas sangihe ditinjau dari prinsip kewirausahaan lestari, diakses Juni 11, 2025, https://repository.ukdw.ac.id/7815/1/01180152_bab1_bab5_daftarpustaka.pdf
  177. Gereja Protestan di Indonesia - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses Juni 11, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Protestan_di_Indonesia
  178. Tata Gereja GPM | PDF - Scribd, diakses Juni 11, 2025, https://id.scribd.com/document/508291350/TATA-GEREJA-GPM
  179. Tata Gereja 2013 | PDF - Scribd, diakses Juni 11, 2025, https://id.scribd.com/document/580178618/Tata-Gereja-2013
  180. Penatalayan dan Kemandirian Gereja (Suatu studi tentang peranan penatalayanan gereja di dalam usaha pencapaian kemandirian gerej, diakses Juni 11, 2025, https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/3/T1_712008038_BAB%20III.pdf
  181. Apresiasi terhadap Liturgi Bulan Lingkungan Hidup di Gereja Masehi Injili di Timor, diakses Juni 11, 2025, https://journal.stt-abdiel.ac.id/JA/article/view/722
  182. Pendahuluan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) merupakan sinode yang menyatakan diri sebagai gereja mandiri sejak tanggal 31, diakses Juni 11, 2025, https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/35529/2/T1_712020013_Isi.pdf
  183. Merespons Krisis Ekologis di Papua: Gereja Didukung untuk Ambil Peran Lebih Aktif dalam Menjaga Ciptaan - PGI, diakses Juni 11, 2025, https://pgi.or.id/merespons-krisis-ekologis-di-papua-gereja-didukung-untuk-ambil-peran-lebih-aktif-dalam-menjaga-ciptaan/
  184. (PDF) "Economic and Social Benefits of Cooperative Farming: A Case Study Approach", diakses Juni 11, 2025, https://www.researchgate.net/publication/388792943_Economic_and_Social_Benefits_of_Cooperative_Farming_A_Case_Study_Approach
  185. Ekoling3. valuasi ekonomi sda-klh | PDF - SlideShare, diakses Juni 11, 2025, https://www.slideshare.net/slideshow/ekoling3-valuasi-ekonomi-sdaklh/53804518
  186. E-Modul - Flipbook by RINA ROSIA IAIN Salatiga - FlipHTML5, diakses Juni 11, 2025, https://fliphtml5.com/gixwg/jynp/E-Modul/
  187. Thinking critically about food security - ResearchGate, diakses Juni 11, 2025, https://www.researchgate.net/publication/258186826_Thinking_critically_about_food_security
  188. The Securitisation of Environmental Sustainability and its Critical Geopolitics - Redalyc, diakses Juni 11, 2025, https://www.redalyc.org/journal/358/35874535009/html/
  189. Tentang GPIB - GPIB Marga Mulya Yogyakarta, diakses Juni 11, 2025, https://gpibmargamulya.or.id/tentang-gpib/
  190. PEMETAAN KONDISI UMUM JEMAAT GEREJA PROTESTAN INDONESIA (GPI) PAPUA KLASIS JAYAPURA –NABIRE BERBASIS WEB - OJS USTJ, diakses Juni 11, 2025, http://ojs.ustj.ac.id/jti/article/download/618/486/
  191. gereja protestan di indonesia bagian barat (gpib) immanuel parepare tahun 1958-1980 skripsi - Repository | Universitas Hasanuddin, diakses Juni 11, 2025, http://repository.unhas.ac.id/30774/2/F81116309_skripsi_09-11-2023%20BAB%201-2.pdf
  192. bab iii gambaran umum gereja protestan maluku (gpm) - Repositori Institusi | Universitas Kristen Satya Wacana, diakses Juni 11, 2025, https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/17308/3/T2_752016022_BAB%20III.pdf
  193. Tugas Agama Sejarah 5 Gereja Indonesia | PDF - Scribd, diakses Juni 11, 2025, https://id.scribd.com/document/713271614/Tugas-Agama-Sejarah-5-Gereja-Indonesia
  194. Gereja Masehi Injili Talaud - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, diakses Juni 11, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Masehi_Injili_Talaud
  195. Valuasi Ekonomi Nilai Jasa Hutan: Sebuah Literature Review, diakses Juni 11, 2025, https://journal.literasisains.id/index.php/insologi/article/download/3051/1494/14253
  196. MANAJEMEN RISIKO RISK MANAGEMENT - Bank Mayapada, diakses Juni 11, 2025, https://www.bankmayapada.com/images/TentangKami/TataKelolaPerusahaan/Kebijakan/Kebijakan_Manajemen_Risiko.pdf
  197. diakses Januari 1, 1970, https.globalcanopy.org/wp-content/uploads/2021/01/UnderstandingForestBonds.pdf
  198. New World Bank financing mechanism linked to the achievement of environmental targets, diakses Juni 11, 2025, https://www.worldbank.org/en/news/factsheet/2023/11/17/como-funciona-el-nuevo-mecanismo-de-financiamiento-del-banco-mundial-ligado-al-cumplimiento-de-metas-ambientales
  199. Case Studies Illustrating the Socio-Economic Benefits of Ecological Networks - Convention on Biological Diversity, diakses Juni 11, 2025, https://www.cbd.int/doc/publications/cbd-socioeco-brochure-en.pdf

Elya G. Muskitta
AIRMADIDI, 11.06.2025

Sign in to leave a comment