Skip to Content

The Room Where It Happened

JOHN BOLTON

Resensi Buku "The Room Where It Happened": Kesaksian Kontroversial dari Pusat Kekuasaan Trump


Judul: The Room Where It Happened: A White House Memoir 

Penulis: John Bolton 

Penerbit: Simon & Schuster 

Tahun Terbit: 2020 

Tebal: 592 halaman


Sebuah Pandangan Langka ke dalam Gedung Putih yang Penuh Gejolak

John Bolton, seorang diplomat veteran dengan reputasi sebagai "elang" kebijakan luar negeri, menyajikan sebuah memoar yang eksplosif dan sangat mendetail tentang 17 bulannya menjabat sebagai Penasihat Keamanan Nasional di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump. "The Room Where It Happened" bukanlah sekadar catatan harian seorang pejabat tinggi; buku ini adalah sebuah kesaksian langsung yang menggambarkan proses pengambilan keputusan yang kacau, diplomasi yang tidak menentu, dan seorang presiden yang menurut Bolton, lebih mementingkan pemilihan kembali dirinya di atas keamanan nasional Amerika Serikat.

Latar Belakang Penulis: Seorang "Elang" di Sarang yang Tak Terduga

Untuk memahami isi buku ini, penting untuk mengenal siapa John Bolton. Dengan pengalaman panjang di bawah beberapa pemerintahan Partai Republik, Bolton dikenal dengan pandangan kebijakan luar negerinya yang keras dan tanpa kompromi, terutama terhadap negara-kata seperti Iran, Korea Utara, dan Rusia. Pengangkatannya oleh Donald Trump, yang kampanyenya mengusung slogan "America First" dan cenderung isolasionis, sejak awal dipandang sebagai sebuah eksperimen yang penuh risiko. Buku ini menjadi bukti bahwa benturan ideologi dan kepribadian di antara keduanya memang tak terelakkan.

Isi Buku: Serangkaian Tuduhan Serius dan Pengungkapan Mengejutkan

Bolton dengan cermat mendokumentasikan berbagai peristiwa krusial selama masa jabatannya. Narasi buku ini disusun secara kronologis berdasarkan isu-isu kebijakan luar negeri utama, mulai dari krisis dengan Korea Utara, penarikan diri dari kesepakatan nuklir Iran, kebijakan terhadap Tiongkok, hingga intervensi di Venezuela.

Beberapa klaim paling signifikan yang diungkapkan Bolton antara lain:

  • Penyalahgunaan Kekuasaan untuk Kepentingan Politik: Argumen sentral Bolton adalah bahwa hampir semua keputusan penting Trump dalam kebijakan luar negeri didasari oleh kalkulasi untuk terpilih kembali pada pemilu 2020. Salah satu contoh paling gamblang adalah ketika Trump dituduh meminta bantuan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, untuk memenangkan pemilu dengan cara membeli lebih banyak produk pertanian dari negara bagian yang menjadi basis pemilihnya.
  • Kurangnya Pengetahuan Presiden: Bolton menggambarkan Trump sebagai sosok yang "sangat tidak tahu informasi" mengenai isu-isu fundamental dunia. Ia menceritakan momen-momen canggung di mana Trump tampak tidak menyadari bahwa Inggris adalah negara pemilik senjata nuklir atau bertanya apakah Finlandia adalah bagian dari Rusia.
  • Upaya Menghalangi Penegakan Hukum: Buku ini juga menuduh Trump berulang kali mencoba mengintervensi penyelidikan kriminal yang dilakukan oleh Departemen Kehakiman demi kepentingan politik atau untuk membantu diktator yang disukainya.
  • Diplomasi yang Kacau: Bolton melukiskan gambaran tentang Gedung Putih yang penuh dengan pertikaian internal dan kebijakan yang sering kali berubah arah secara mendadak hanya berdasarkan cuitan atau insting presiden, bukan berdasarkan analisis strategis yang matang. Proses yang seharusnya teratur dan terinformasi digantikan oleh apa yang disebut Bolton sebagai "diplomasi yang serampangan."

Gaya Penulisan dan Struktur

Gaya penulisan Bolton sangat detail, padat, dan terkadang birokratis. Ia menyajikan percakapan, rapat, dan memo dengan presisi yang nyaris seperti transkrip. Bagi pembaca yang menyukai seluk-beluk kebijakan luar negeri, tingkat kerincian ini akan sangat memuaskan. Namun, bagi sebagian lainnya, hal ini mungkin terasa melelahkan dan kering. Strukturnya yang tematik dan semi-kronologis terkadang membuat alur cerita terasa melompat-lompat, meskipun setiap babnya fokus pada satu isu spesifik.

Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan:

  • Detail yang Luar Biasa: Buku ini memberikan pandangan dari dalam yang tak ternilai tentang cara kerja pemerintahan Trump, yang tidak bisa didapatkan dari sumber lain.
  • Kredibilitas Penulis: Sebagai seorang pejabat tinggi yang berada langsung di "ruangan tempat kejadian," kesaksian Bolton memiliki bobot yang signifikan, terlepas dari motif pribadinya.
  • Penting secara Historis: Memoar ini akan menjadi sumber primer yang penting bagi sejarawan yang mempelajari periode kepresidenan Donald Trump.

Kekurangan:

  • Subjektivitas dan Bias: Sangat jelas bahwa buku ini ditulis dari sudut pandang seseorang yang sangat kritis terhadap mantan atasannya. Pembaca harus menyadari bahwa ini adalah interpretasi Bolton atas peristiwa yang terjadi.
  • Waktu Publikasi yang Kontroversial: Bolton dikritik keras karena memilih untuk menerbitkan buku ini demi keuntungan komersial alih-alih bersaksi dalam sidang pemakzulan Trump, di mana kesaksiannya bisa memiliki dampak hukum dan politik yang nyata. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang motifnya.
  • Gaya yang Kering: Detail yang berlebihan dan kurangnya narasi personal yang mendalam bisa membuat buku ini sulit dinikmati oleh pembaca awam.

Kesimpulan: Sebuah Dokumen Penting yang Menggugat

"The Room Where It Happened" adalah sebuah bacaan yang esensial bagi siapa pun yang tertarik pada politik Amerika modern dan kebijakan luar negeri. Buku ini bukan hanya sekadar serangan personal terhadap Donald Trump, tetapi juga sebuah peringatan tentang bahaya ketika keputusan-keputusan penting yang menyangkut keamanan global dibuat berdasarkan kepentingan politik pribadi dan proses yang tidak menentu.

Meskipun motif John Bolton bisa diperdebatkan, kesaksiannya melukiskan potret yang meresahkan dan sangat meyakinkan tentang seorang presiden dan sebuah pemerintahan yang, dalam pandangannya, telah membahayakan Amerika Serikat. Buku ini adalah dokumen sejarah yang kuat dan sebuah gugatan keras yang akan terus diperbincangkan selama bertahun-tahun mendatang.


Sign in to leave a comment