Skip to Content

Faith In The Age of AI

Dan Scott


Resensi  
Faith In The Age of AI 

Resensi Komprehensif untuk buku berjudul "Faith In The Age of AI", ditulis oleh Dan Scott.
Dipublikasikan oleh: Eleison Press​, pada bulan Juni, tahun 2023.

Sebuah Eksplorasi tentang Spiritualitas, Teknologi, dan Tantangan Etika di Era Kecerdasan Buatan


Bab 1: "The Dawn of a New Era: AI and Its Implications"

Scott membuka bukunya dengan gambaran transformatif AI dalam kehidupan manusia. Ia menggambarkan perkembangan AI dari algoritma sederhana hingga sistem seperti ChatGPT dan robotika canggih, menekankan bahwa teknologi ini bukan sekadar alat, tetapi "mitra" yang mengubah cara manusia berpikir, bekerja, dan berinteraksi. Bab ini menantang pembaca untuk mempertanyakan: Bagaimana AI akan memengaruhi nilai-nilai kemanusiaan dan spiritualitas? Scott juga memperkenalkan konsep "disrupsi spiritual", di mana kemajuan teknologi dapat mengaburkan batas antara manusia dan mesin.

Bab 2: "Reimagining Humanity: What Does It Mean to Be Human?"

Di sini, Scott menyelami pertanyaan filosofis tentang esensi manusia. Ia membahas bagaimana AI menguji definisi tradisional manusia sebagai makhluk berakal, beremosi, dan berjiwa. Contoh menarik termasuk penggunaan AI dalam seni (seperti lukisan algoritmik) dan hubungan manusia dengan robot sosial. Scott mengajak pembaca merenungkan apakah AI akan memperkuat atau meruntuhkan keyakinan bahwa manusia diciptakan "secara unik" oleh Tuhan. Bab ini juga menyoroti risiko dehumanisasi jika manusia terlalu bergantung pada mesin untuk keputusan moral.

Bab 3: "Ethics in the Algorithm: Navigating Moral Dilemmas"

Fokus bab ini adalah etika AI. Scott mengkritik bias algoritmik yang memperkuat ketidakadilan sosial dan ketimpangan global. Ia menggunakan studi kasus seperti sistem pengadilan otomatis yang diskriminatif dan senjata otonom. Namun, Scott juga menawarkan perspektif optimis: AI bisa menjadi alat untuk mempromosikan keadilan jika dikembangkan dengan prinsip-prinsip etika yang diinspirasi agama, seperti welas asih dan keadilan. Ia mengusulkan kolaborasi antara pemuka agama, ilmuwan, dan regulator untuk menciptakan "AI yang berintegritas".

Bab 4: "Divine or Designed? Theology Meets Technology"

Bab paling teologis dalam buku ini membandingkan narasi penciptaan dalam agama dengan penciptaan AI oleh manusia. Scott bertanya: Apakah manusia "bermain Tuhan" dengan menciptakan kecerdasan buatan? Ia mengaitkan konsep imago Dei (manusia sebagai gambar Tuhan) dengan tanggung jawab manusia untuk menggunakan AI secara bijaksana. Scott juga mengeksplorasi pertanyaan seperti: Bisakah AI memiliki kesadaran spiritual? Bagaimana AI memengaruhi pemahaman kita tentang mukjizat dan takdir?

Bab 5: "AI and Religious Practice: From Virtual Worship to Digital Scripture"

Scott menganalisis dampak konkret AI pada praktik keagamaan, seperti chatbot pendamping doa, algoritma penafsir kitab suci, dan gereja virtual. Ia memaparkan pro-kontra: di satu sisi, AI bisa membuat agama lebih inklusif (misalnya, terjemahan kitab suci real-time); di sisi lain, ada risiko reduksi pengalaman spiritual menjadi sekadar transaksi data. Contoh menarik adalah kritiknya terhadap AI yang menghasilkan "khotbah instan" tanpa kedalaman emosional.

Bab 6: "The Future of Faith: Hope, Fear, and Resilience"

Bab penutup menawarkan visi tentang masa depan di mana manusia dan AI hidup berdampingan. Scott mengimbau agar umat beragama tidak takut pada teknologi, tetapi aktif membentuknya dengan nilai-nilai iman. Ia menekankan pentingnya komunitas spiritual sebagai penjaga empati dan kebijaksanaan di tengah automasi. Pesan utamanya: AI adalah ujian bagi kemanusiaan—apakah kita akan menggunakan kekuatannya untuk eksploitasi atau pengabdian?

Rangkuman dan Kritik

Faith In the Age of AI adalah karya provokatif yang menjembatani teknologi mutakhir dengan pertanyaan abadi tentang makna hidup dan iman. Scott berhasil menggabungkan analisis teknis (seperti penjelasan tentang machine learning) dengan refleksi filosofis yang mendalam. Keunggulan buku ini terletak pada kemampuannya mengajak pembaca dari berbagai latar—baik teknolog maupun teolog—untuk berdialog.

Namun, buku ini memiliki kelemahan: Scott kadang terlalu optimis tentang potensi agama untuk "menjinakkan" AI, tanpa cukup membahas kompleksitas konflik kepentingan dalam industri teknologi. Selain itu, pembahasan tentang agama-agama non-Kristen (seperti Islam atau Buddhisme) terbatas, padahal isu AI bersifat global.

Kesimpulan: Buku ini wajib dibaca bagi siapa pun yang peduli dengan masa depan manusia di tengah revolusi AI. Scott tidak memberikan jawaban final, tetapi mengajak kita untuk terus bertanya, berdebat, dan—yang paling penting—bertindak dengan kesadaran etis dan spiritual. Seperti dikatakannya: "AI tidak akan pernah menggantikan Tuhan, tetapi bisa menjadi cermin yang menunjukkan siapa kita sebenarnya."

Rating: 4.5/5 (Kuat dalam ide, namun perlu pendalaman lintas budaya dan agama).



Sign in to leave a comment